Follow

Rabu, 27 April 2016

Pendidikan Karakter Berbasis Buddhis



MAKALAH SUTTA TEMATIK
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS AGAMA BUDDHA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Sutta Tematik
Dosen Pengampu:
Kabri Nyana Karuno., S.Ag.,M.Pd.,M.Pd.B



 


  

Disusun Oleh :
 Mujiyanto
1408211167


SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA
“STIAB” SMARATUNGGA
BOYOLALI
2015





KATA PENGANTAR

Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya

Puji dan puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Yang Adi Buddha, para Buddha dan Bodhisattva Mahasattva, berkat perlindungan dan pancaran cinta kasih-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pendidikan Karakter Berbasis Agama Buddha” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan masukan yang bersifat membangun, guna penyempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.
Semoga makalah ini berguna bagi mahasiswa Buddhis khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

Sadhu... Sadhu... Sadhu...

                           Boyolali, 31   Maret  2015


Penyusun



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN         
       A.    Latar Belakang......................................................................................................1
       B.     Rumusan Masalah.............................................................................................. 3
       C     Tujuan Penulisan................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN                            
A.    Konsep Pendidikan Karakter............................................................................. 3 
       1. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter........................................................... 4
       B.     Landasan Filisofi Pendidikan Karakter............................................................ 6
       C.     Hubungan Pendidikan Karakter dengan Agama Buddha............................ 8

BAB III PENUTUP                                    
A. Simpulan................................................................................................................ 11 
B. Saran....................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 12


BAB I
PENDAHULUAN


           A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam setiap dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003).
Pendidikan merupakan salah satu pranata sosial yang penting bagi terciptannya kehidupan masyarakat yang demokratis, harus diberdayakan bersama-sama dengan pranata hukum, pranata sosial-budaya, ekonomi dan politik. Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa pranata pendidikan masih terlalu lemah sehingga kurang mampu membangun masyarakat belajar. Masyarakat belajar ditandai dengan besarnya perhatian dan partisipasi semua komponen masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu gerakan rekontruksi sosial. Akibatnya, persoalan-persoalan kemasyarakatan yang muncul, seperti disintegrasi sosial, konflik antar etnis, kekerasan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pola hidup konsumtif tidak dapat segera ditangani secara tuntas. Oleh sebab itu, untuk saat ini dan masa yang akan datang perlu dibangun dan dikembangkan sistem pendidikan nasional atas dasar kesadaran kolektif bangsa dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia.
Mutu pendidikan akan terwujud jika proses pembelajaran disekolah benar-benar  mendorongsiswa untuk terus belajar dan mengembangkan  pengetahuan apapun yang mereka kuasai adalah hasil belajar yang mereka lakukan sendiri. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan.“Atas dasar cinta kasih, apa yang dilakukan seorang guru, yaitu mengusahakan kebahagiaan bagi murid-muridnya. Itulah yang guru lakukan, terdorong oleh cinta kasih kepadamu” (M.I,6).
Pendidikan karakter adalah suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang untuk menjadi akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih berarti dari sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral yang menerpa negeri ini. Menurut para ahli pengertian pendidikan karakter haruslah diterapkan kedalam pikiran sejak usia dini, remaja, bahkan dewasa sehingga dapat membentuk karakter seseorang lebih bernilai dan bermoral. Pendidikan karakter merupakan salah satu alat yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap orang. Sehingga tingkat pegertian pendidikan karakter seseorang juga merupakan salah satu alat terbesar yang akan menjamin kualitas hidup seseorang dan keberhasilan pergaulan di dalam masyarkat.
Menyikapi beratnya tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ke depan dan tajamnya persaingan antar bangsa-bangsa di dunia, bidang pendidikan menempati posisi yang amat strategis dan mutlak perlu mendapatkan porsi perhatian yang lebih besar dan lebih serius daripada sebelumnya. Ini mendesakkan perlunya perubahan undang-undang pendidikan yang mampu menjadi landasan dan pedoman bagi penyelenggara pendidikan nasional yang bersifat komprehensif.Tujuan umum pendidikan tak berbeda dengan tujuan pembabaran agama sebagaimana yang di amanatkan oleh Buddha kepada enam puluh orang Arahat. Mereka mengemban misi atas dasar kasih sayang, demi kebaikan, membawa kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan bagi orang banyak (Vin.I, 21). Karena mendatangkan kebaikan ini, menurut Mahamanggala-Sutta, memiliki pengetahuan dan keterampilan merupakan salah satu berkah utama (Sn.261).
Pendidikan agama jelas menolong untuk menghentikan segala bentuk kejahatan. “ Aku telah berhenti. Engkau pun berhentilah, “seru Buddha kepada Angulimala (M.II, 99). Ajaran Buddha atau Dharma dipandang sebagai pelita yang menerangi kegelapan. Buddha mengajarkan, ” Peganglah teguh Dharma sebagai pelita, peganglah teguh Dharma sebagai pelindungmu” dan dengan itu berarti seseorang menjadi pelita dan pelindung bagi diri sendiri, sehingga tidak menyandarkan nasibnya kepada mahkluk lain (D.II, 100).Pendidikan dalam agama Buddha dapat dikatakan bersifat pragmatis menyangkut pemecahan masalah untuk mencapai tujuan hidup manusia.Filosofis pendidikan dalam agama Buddha mengacu pada Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccani), yaitu mengidentifikasi duka, assal mula duka, lenyapnya duka, dan jalan mengakhiri duka. Lewat formulasi ini Buddha memberikan petunjuk bagaimana sebaiknya mengatasi masalah secara sistematis. Berdasar rumusan Empat Kebenaran Mulia Kowit Vorapipatana mengembangkan konsep Khitpen yang artinya berpikir, mengada’ (to think, to be) atau mampu berpikir (to be able to think) untuk menggambarkan strategipengajaran yang menyangkut berpikir secara kritis dan kecakapan memecahkan masalah.

           B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Konsep pendidikan karakter?
2.      Apalandasan filosofi pendidikan karakter?
3.      Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan agama Buddha?

           C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai tugas mata kuliah “Sutta Tematik” yang diampu oleh dosen Kabri Nyana Karuno S.Ag., M.Pd.,M.Pd.B. dan tujuan lainnya dari penulisan makalah ini adalah:
1.        Menjelaskan konsep Pendidikan karakter.
2.        Menjelaskan landasan filosofi pendidikan karakter?
3.        Menjelaskan hubungan pendidikan karakter dengan agama Buddha.


BAB II
PEMBAHASAN

        A. Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang bertujuan untuk merubah, memperbaiki, dan mengatur perilaku manusia kearah yang lebih baik dalam koridor kebenaran mutlak. Pendidikan karakter memang menjadi sebuah acuan yang sangat baik apabila konsep yang ditanamkan dalam pendidikan itu benar. Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek,penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
1.         Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal).
Pada kenyataannya moral adalah faktor utama yang mendukung pendidikan karakter seseorang tetapi masih ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa tidak dapat menyerap pendidikan karakter yang diberikan. Sebagian besar dikarenakan terbentur dari sisi latar belakang ekonomi dan sosial, kemampuan seorang siswa sebenarnya ada akan tetapi karena terbentur oleh faktor di atas maka terbentur pula kemampuan seorang siswa untuk dapat menyerap apa yang telah diberikan kepadanya. Umumnya siswa dari keluarga yang memiliki tingkat ekonomi lebih baik akan lebih mudah untuk memilih jenis pendidikan yang diingikannya walaupun kemampuan seseorang berbeda-beda. Tingkat ekonmi juga menyumbang banyak pengaruh kepada tingkat penyerapan seorang siswa, siswa dengan tingkat ekonomi tinggi memiliki kesempatan berpendidikan dan berkarakter lebih baik dibanding dengan siswa yang kurang mampu walaupun hal ini tidak menjadi sebuah patokan. Hal ini pula yang meyakinkan kepada program pemerintah bahwa setiap tingkatan ekonomi masyarakat haruslah dapat memperoleh pendidikan semaksimal  termasuk pendidikan karakter.
Demikian juga dengan faktor dari dalam, yaitu faktor orang tua. Sebagai orang tua haruslah menaruh kepedulian yang sangat tinggi terhadap pendidikan karakter anak-anaknya karena faktor orang tua juga merupakan salah satu kunci sukses dalam dunia pendidikan. Orang tua yang memiliki tingkat ekonomi tinggi haruslah memfokuskan pendidikan untuk anaknya, jangan memfokuskan untuk mencari harta kekayaan yang beralasan demi masa depan anaknya diukur dengan uang. Orang tua yang memiliki tingkat ekonomi rendah, janganlah menjadikan kambing hitam ekonomi untuk membentengi kemampuan si anak.  Orang tua tetaplah harus terlibat dalam dunia pendidikan si anak demi mencapai kesempurnaan pendidikan. Jangan sampai orang tua justru menjadi penghambat upaya-upaya yang dilakukan negara maupun guru.
Faktor lain yang mendukung pendidikan karakter anak adalah guru, guru tentunya harus tahu tujuannya sebagai guru, bukan alasan utama untuk menjadi profesi guru untuk mencari nafkah demi keluarganya saja, tetaplah berpedoman bahwa seorang guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, bukan pahlawan dengan banyak tanda jasa. Guru memiliki tanggung jawab untuk membentuk hubungan yang baik dengan para siswa dan orang tua. Guru juga harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan kedua orang tua dan siswa dalam rangka untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahpahaman atau katidaktahuan tentang pendidikan anak-anak. Seorang guru yang baik menyadari setiap kebutuhan khusus untuk  membantu siswa menyesuaikan diri dengan kurikulum yang sesuai. Dan sudah pasti, diperlukan kesabaran ekstra bagi seorang guru dalam berhadapan dengan para siswa. Jadi haruslah ada keterkaitan faktor-faktor tersebut agar terjalin kesinambungan pendidikan yang baik bahkan mencapai ke tingkat kesempurnaan.Tentunya suatu pendidikan yang ideal tidak dapat dicapai dengan hanya belajar di sekolah, walaupun kurikulum selalu disesuaikan dengan peradaban saat ini.
Pendidikan karakter sangatlah menjadi perhatian berbagai negara di dunia ini untuk membentuk generasi yang berkualitas. Kita harapkan saja bahwa generasi penerus bangsa ini juga mengedepankan pendidikan karakter sehingga membentuk generasi yang tidak brutal, tidak berperilaku free seks, tidak berpesta miunuman keras bahkan tidak berperilaku pornografi. Kita juga mengharapkan dapat berkurangnya tingkat korupsi bahkan hilang, dengan meningkatkan pendidikan karakter tersebut.
Pengertian pendidikan karakter memiliki makna yang amat luas, semua itu tergantung kepada setiap individu yang berperan di dalamnya. Semoga saja pendidikan di negeri ini akan bertambah maju demi masa depan generasi penerus bangsa ini, dan semoga juga pendidikan dapat menjangkau semua aspek kehidupan agar bangsa ini dapat bersaing di dunia internasional dan menjadikan manusia Indonesia menjadi lebih bermoral dan bersumber daya yang tinggi.

B.    Landasan Filosofi Pendidikan karakter
Masalah sentral dalam pandangan Buddha adalah penderitaan manusia. Penderitaan bersumber pada keinginan yang rendah (tanha). Keinginan sendiri timbul tergantung pada faktor lain yang mendahuluinya. Dalam merumuskan rangkaian sebab musabab yang saling bergantung (paticcasamuppada), Buddha menempatkan di urutan pertama kebodohan (avijja).”Yang lebih buruk dari semua noda yang paling buruk. Para Bhikkhu, singkirkan noda ini dan jadilahorang yang tak bernoda” (Dhp.243).
Setiap paradigma pendidikan tidak bisa lepas dari akar filosofisnya. Sebab pendidikan sebagai ilmu merupakan cabang dari filsafat dalam aplikasinya. Dalam filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran yang saling merekonstruksi masing-masing paradigma pendidikan tersebut. Berangkat dari aliran-aliran filsafat tersebut kemudian membentuk paradigma yang berbeda-beda. Paradigma yang dimaksud di sini adalah sebagai salah satu perspektif filosofis dalam membaca persoalan mengenai pendidikan. Dalam filsafat kontemporer terdapat jenis aliran filsafat diantaranya aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, dan rekonstruksialisme.
Aliran progresivisme memiliki ciri utama yaitu memberi kebebasan penuh terhadap manusia untuk menentukan hidupnya. Hal ini didasari kepercayaaan bahwa manusia memiliki kemampuan atau dengan kata lain potensi-potensi alamiah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah hidupnya (problem solving) yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri. Oleh karena itu, manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang penuh dengan rintangan. Lingkungan dan pengalaman menjadi hal yang penting dalam aliran ini. Masalah atau problem yang dihadapi manusia biasanya berasal dari lingkungan dan dengan pengalaman-pengalaman yang dialaminya pada lingkungan dimana dia berada, manusia menjadi semakin mudah dan bijak dalam menyelesaikan problem hidup. Serta dengan makin seringnya manusia menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman yang didapat, maka semakin matang persiapan seseorang dalam menghadapi tantangan atau tuntutan masa depan.
Filsafat progresivisme merupakan aliran yang anti kemapanan sehingga bertentangan dengan esensialisme. Maksudnya, progresivisme berpandangan berpikir ke arah ke depan (adanya kemajuan), secara terus-menerus merekonstruksi pengetahuan-pengetahua menuju sebuah kesempurnaan.Dalam perspektif progresivisme, pendidikan bukanlah sekadar memberikan pengetahuan, lebih dari itu pendidikan melatih kemampuan berpikir (aspek kognitif). Manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding makhluk lain, yaitu dianugerahi akal dan kecerdasan. Sehingga dengan akal dan kecerdasan tersebut diharapkan manusia atau seseorang dapat mengetahui, memahami, dan mengembangkan potensi-potensi yang telah ada pada dirinya sejak dilahirkan. Akal membuat seseorang bersifat kreatif dan dinamis sebagai bekal dalam menghadapi dan menyelesaikan problem yang dihadapi sekarang maupun masa depan.
Aliran inilah yang menjadi dasar atau landasan terbentuknya pendidikan karakter. Pandangan yang mengatakan bahwa manusia memiliki potensi-potensi dan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah. Progresivisme yang juga menaruh kepercayaan terhadap kebebasan manusia dalam menentukan hidupnya, serta lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi kepribadiannnya. Beberapa hal yang terkandung dalam aliran progresivisme ini kemudian secara mendalam dipikirkan untuk kemudian memunculkan sebuah paradigma pendidikan yang sedang menjadi primadona paradigma pendidikan dewasa ini, yang tidak lain adalah pendidikan karakter.

            C.    Hubungan Pendidikan Karakter dengan agama Buddha
Pendidikan adalah prinsip sarana bagi pertumbuhan manusia, penting unutk tranformasi kematangan peserta didik menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Namun demikian saat ini, keduanya perkembangan dan pengembangan dunia, dapat dilihat pada pendidikan formal sebagai permasalahan yang serius. Pembelajaran klasikal telah menjadi bagian yang bersifat rutin dan sering mempertimbangkan sekolah sebagai latihan kesabaran dibanding pembelajaran. 
Konsepsi tujuan pendidikan adalah berbeda secara konsisten dengan prinsip Buddha. Efisiensi praktis mempunyai kedudukan dalam pendidikan Buddha, Buddhism mengemukakan jalan tengah sebagai  aspirasi spiritual mulia tergantung kesehatan fisik dan jaminan materil bagi masyarakat. Tetapi untuk Buddhism dari sisi praktek pendidikan harus terintegrasi (terpadu), didesain sesuai kebutuhan untuk membawa potensi alami manusia menjadi matang sesuai dengan apa yang diharapakan oleh Buddha. Di atas semua, kebijakan bidang pendidikan yang dipandu oleh prinsip Buddha bertujuan memasukkan nilai-nilai sebagi informasi penting. Hal itu diarahkan, tidak hanya ke arah mengembangkan sosial dan keterampilan komersil, tetapi ke arah pemeliharaan spiritual peserta didik
Dalam masyarakat sekuler saat ini, pendidikan secara kelembagaan adalah di fokuskan untuk menyiapakan arah karier peserta didik, di negara Buddhis seperti Sri Lanka tanggung jawab utama untuk menyampaikan prinsip Dhamma kepada siswa secara alami berada pada sekolah Dhamma. Pendidikan Buddhis dalam sekolah Dhamma harus terkait di atas semua, dengan tranformasi karakter pribadi. Karakter pribadi dibentuk oleh nilai-nilai, dan menumbuhkan semangat nilai-nilai inspirasi yang ideal, tugas pertama untuk membentuk pendidik Buddhis adalah menentukan sistem ideal bidang pendidikan mereka. Jika kearah ditemukan ajaran Buddha ideal, ada lima kualitas yang Buddha sering sampaikan berhubungan karakter peserta didik, apakah bhikkhu atau perumah tangga. Lima kualitas adalah keyakinan (saddhä), kemoralan (síla), kedermawanan (cäga), belajar (mendengan) (suta), dan kebijaksanaan (paññä) (A.III.80) (Bodhi, 1997). 
Manusia tidak bebas nilai, tanpa nilai-nilai moral tidak mampu menghayati hidup lebih baik. Ilmu pengatahuan pun tidak bebas nilai, dimana ilmu pengatahuan adalah hasil pemikiran manusia dalam situasi dan kondisi tertentu yang dibangun oleh seperangkat nilai. Menurut pembicaraan dengan Pa­ngeran Abhaya, Buddha me­nyampaikan hanya hal-hal yang be­nar, berdasar, membawa man­­faat atau bertujuan baik, dan sesuai pada waktunya yang tepat. Tidak menjadi soal apakah hal itu menyenangkan atau tidak menyenangkan (M. I, 395). Ilmu pengetahuan yang benar sebagaimana ajaran agama,  dikembangkan berda­sar manfaat atau tujuan yang baik. Ke­man­­faatan tentu juga dipertimbangkan untuk menyeleksi materi pendi­dikan. “Sepatah kata yang ber­manfaat, yang membuat se­seorang men­jadi tenang setelah mendengarnya, adalah lebih baik daripada seribu kata yang tak bermanfaat” (Dh. 100). Buddha mem­bandingkan apa yang telah diajarkan-Nya dengan se­genggam daun sinsapa, sedang kema­ha­tahuan seorang Buddha itu se­banyak daun di hutan. Apa yang se­genggam atau yang sedikit dapat digenggam adalah pengetahuan yang penting karena diper­lukan untuk menga­rungi kehidupan suci. Yang banyak, tidak digenggam, kare­na tidak berman­faat untuk men­capai pencerahan (S. V, 437). 
Bagaimanapun, untuk menguasai ajaran yang cuma segenggam itu, orang ha­rus belajar banyak. “Orang yang hanya belajar sedikit akan menjadi tua seperti sapi jantan. Dagingnya bertambah, tetapi ke­bijaksanaannya tak berkembang” (Dh. 152). Dunia berkembang de­ngan mem­pertemu­kan sains dan agama dalam menciptakan peradab­an yang le­bih maju. Dharma yang diajarkan oleh Buddha sejalan dengan sema­ngat ilmiah, sekurang-kurangnya dalam hal kebebasan berpikir, peng­u­­jian atau pendekatan empiris, dan pijakan kausalitas. Namun tidak­lah te­pat menyamakan ajaran Buddha dengan sains. Kebenaran ilmiah ber­sifat relatif dan tidak memasuki ruang lingkup batin atau mo­ral. Sedangkan Dharma tak lapuk oleh waktu, menuntun ke arah ke­bebasan (A. III, 285), baik lahir ataupun batin. Karena itu ilmu pe­nge­­tahuan dan tekno­logi semata-mata adalah cara, bukan tu­juan, dan ajaran agama yang harus menjawab apa tujuannya. Agama juga bu­kan tujuan itu sendiri. Aga­ma Buddha dipandang sebagai wahana atau kendaraan (Saddhar­ma­pundarika-sutra II) atau sebagai rakit untuk me­nye­be­rang, me­nye­lamatkan di­ri (M. I, 135).


 
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang bertujuan untuk merubah, memperbaiki, dan mengatur perilaku manusia kearah yang lebih baik dalam koridor kebenaran mutlak. Pendidikan karakter memang menjadi sebuah acuan yang sangat baik apabila konsep yang ditanamkan dalam pendidikan itu benar.Pendidikan karakter memiliki peranan penting dalam membentuk moral bangsa yang baik demi tercapainya masyarakat yang harmonis dan sejahtera, tanpa adanya suatu persoalan yang memngahmbat bangsa ini kearah yang kurang baik.
Dalam konteks pendidikan formal Agama Buddha, pendidikan sebagai suatu hal  yang dilatih untuk menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan oleh peserta didik yang sesuai dengan ajaran Agama Buddha. Dengan melaksanakan pendidikan sudah pasti memiliki tujuan, baik dalam menjalankan hidup maupun tujuan dari Pendidikan Agama Buddha itu sendiri. Pendidikan agama Buddha sangat menitikberatkan pada sentral etika dan moral yang baik demi membentuk karakter mental peserta didik yang memiliki kualitas hidup yang baik demi tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

B.     SARAN
Pendidikan saat ini memiliki peranan yang sangat penting untukmembentuk karakter moral bangsa, untuk itu sebagai seorang peserta didik hendaknya mampu mengaplikasikan setiap ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dibidang pendidikan guna menjadi manusia yang memiliki moral dan etika yang baik didalam ruang lingkupkeluarga dan masyarakat.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dari dosen pengampu mata kuliah Sutta Tematik: Kabri Nyana Karuno., S.Ag., M.Pd., M.Pd.B untuk memberiakan saran dan masukan demi tersusunnya makalah ini dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah karya ilmiah yang sebenarnya. Semoga dengan adanya penyusunan makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk belajar bagi mahasiswa STIAB “SMARATUNGGA” sehingga memperoleh ilmu pengetahuan dalam konsep “pendidikan karakter berbasis agama Buddha”



DAFTAR PUSTAKA

Rusidi, 2009, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Naga Jawa Berdikari

Majjima Nikaya (The Midle Leght Saying) Vol.I. Translated By Horner, I.B. 2000, Oxford: The Pali Text Society.

Majjima Nikaya (The Midle Leght Saying) Vol.II. Translated By Horner, I.B. 1989, Oxford: The Pali Text Society.

Digha Nikaya (Dialogues Of The Buddha) Vol. II. Terjemahan Muller, F. Max. 1977, London: The Pali Text Society.

Ihsan, Fuad. Dasar-dasar Kependidikan: komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta. 2005.
Wijaya-Mukti, Krisnanda. 2003.  Wacana Buddha Dharma. Jakarta:Yayasan Dharma Pembangunan bekerjasama dengan Ekayana Buddhist Centre.








0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html