Follow

MATEMATIKA DAN BUDDHISME

Buddha mengajarkan kepada umat manusia: “Tidak ada apa-apa (ah-nate-sa). “pernyataan ini dinyatakan oleh Buddha dengan jari tlunjuk dan jempol yang membuat sebuah lingkaran. Sungguh suatu kemiripan dengan lambang bilangan nol.

PAPER (Pentingnya Teknologi)

Pada kehidupan saat ini, manusia merupakan salah satu bagian yang tidak terlepas dari teknologi informasi. Setiap hari manusia tidak terlepas dari penggunaan teknologi itu sendiri.

This is default featured slide 3 title

“Menaklukkan diri sendiri sesungguhnya lebih baik daripada menaklukkan makhluk lain; orang yang telah menaklukkan dirinya sendiri selalu dapat mengendalikan diri”

Pendidikan Karakter

MAKALAH SUTTA TEMATIK PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS AGAMA BUDDHA

KISAH DHAMMA INSPIRATIF

Belajar Dhamma sangat baik bagi kita sebagai umat Buddha. Yang paling mudah tentulah datang ke vihara setempat untuk mengikuti kebaktian agama Buddha dan mendengarkan kotbah Dhamma yang disampaikan.

Kamis, 19 Mei 2016

Mengembangkan Moralitas Dalam Perspektif Buddhis



Mengembangkan Moralitas Dalam Perspektif Buddhis
Mujiyanto
Abstrak :
Pelaksanaan sila dalam agama Buddha merupakan suatu kebijakan moral, etika atau tata tertib dalam menjalani kehidupan kita sebagai manusia sehingga mampu bertingkah laku secara baik dan benar bagi diri sendiri dan orang lain. Kebajikan moral dianggap sebagai suatu dasar yang membentuk semua hal-hal yang positif dalam kehidupan saat ini.Moralitas atau sila dalam agama Buddha dapat dikembangkan dengan berlatih melaksanakan Pancasila dan Pancadharma serta mengerti tentang Hiri (perasaan malu berbuat jahat) dan Ottapa (Perasaan takut akibat perbuatan jahat).
Kata Kunci : Moralitas, Sila dalam Buddhis, Lima tindakan aktif (Pancadharma).
Latar Belakang
Pada era globalisasi ini banyak sekali kasus-kasus yang menyangkut tentang kemerosotan moral di dunia. Di Indonesia banyak kasus tindak kriminal yang melanggar norma agama serta peraturan pemerintah. Banyak halnya seperti pembunuhan, pencurian, seks bebas, narkoba, penipuan, kekerasan anak, tawuran, perjudian, dan banyak lainnya yang mengutamakan tindakan pada merosotnya moral bangsa. Kurangnya pendidikan serta pengetahuan yang luas mengenai baik buruknya tindakan yang dilakukan serta dampak yang akan diterima menyebabkan banyak tindakan yang salah banyak dilakukan.
Berbagai persoalan dan kerusakan yang ada saat ini sesungguhnya disebabkan oleh kondisi moral dan etika masyarakat yang sudah mengalami kemerosotan. Kerapuhan moral dan etika bangsa ini makin terlihat jelas, persoalan demi persoalan bangsa semakin hari bukan semakin hilang, tapi justru semakin meningkat tajam. Mulai dari kasus kekerasan antar kelompok, ketidakadilan sosial dan hukum, hingga budaya korupsi penguasa yang makin merajalela. Pengaruh budaya luar, kurangnya keyakinan terhadap ajaran agama, serta kurannya penerapan pendidikan karakter di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Untuk memperbaiki moral dan etika anak bangsa perlu ditekankan lagi pada pendidikan dan pengamalan nilai-nilai agama di dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral dalam arti untuk mengembangkan perbuatan menuju ke arah positif, lebih memiliki landasan untuk bertindak, memiliki keyakinan yang kuat terhadap agama, mentalitas yang baik serta dapat membawa pada kemajuan sikap yang baik.
Moralitas
Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak budi pekerti, dan susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dan sebagainya. KBBI  menyebutkan “moral” adalah : (1) Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum  mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, susila, (2) Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati, atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan, (3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Moralitas dapat dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
Moralitas adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma) itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
Moralitas dalam Buddhis
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Ajaran Buddha moralitas dapat diartikan sebagai sila, petunjuk latihan moral membentuk perilaku yang baik. Dalam agama Buddha, moral dan etika sangat dititikberatkan, dan penegakkan moral merupakan perwujudan dari kebutuhan pengembangan diri dari manusia yang selalu berproses. Buddha menekankan untuk menegakan moral atau menjalankan sila, hidup bersusila “Saya tak akan menaruh kayu, Brahmana, untuk umpan api di altar. Hanya didalam diri, api saya nyalakan. Dengan api yang tidk putus-putus membakar ini, dan dengan diri yang selalu dikendalikan, saya jalani kehidupan mulia dan luhur. “ (Samyuttta Nikaya, 2320).
Sila atau moralitas dalam agama Buddha juga terkandung didalam beruas delapan untuk menghentikan dukka, disamping meditasi (samadhi) dan panna, (kebijaksanaan), yaitu : ucapan benar (sammavacca), perbuatan benar (samma kammanta), dan mata pencaharian benar (sama Ajiva). Moralitas atau sila dalam agama Buddha adalah sebuah tatanan aturan yang menjadi dasar tingkah laku baik secara jasmani atau ucapan, kebajikan kehendak atau niat seseorang menghindari membunuh makhluk hidup dann seterusnya, atau seseorang yang memenuhi kewajibannya. Sesungguhnya, kebajikan adalah kehendak yang timbul dalam diri seseorang yang menjalankan lima sila. Tuntutan lima sila dalam agama Buddha adalah :
1.      Aku berjanji untuk menghindari pembunuhan.
2.      Aku berjanji untuk menghindari pencurian.
3.      Aku berjanji untuk menghindari perbuatan asusila.
4.      Aku berjanji untuk menghindari omong kosong.
5.      Aku berjanji untuk menghindari makan dan minum minuman yang menimbulkan lemahnya kesadaran.
Sila merupakan tahap permulaan untuk memasuki kehidupan yang lebih baik, dan orang yang melaksanakannya akan memperoleh kebahagiaan duniawi dan surgawi. Buddha bersabda dalam Mahaparinibbana sutta di hadapan para perumah tangga Buddha mengemukakan manfaat dari melaksanakan sila : membuat orang bertambah kaya, mendatangkan nama baik, menimbulkan percaya diri dalam pergaulan dengan berbagai golongan, memberi ketenangan saat menghadapi kematian, setelah meninggal dunia akan terlahir di alam surga (Dhp.II,86).
Landasan agama Buddha pada dasarnya bukan berupa perintah atau peraturan, melainkan pengertian yang mendalam tentang apa yang baik dan buruk terkait dengan sebab akibat. Moral dalam agama Buddha dikembangkan sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan, yang berpuncak pada pencapaian Nirwana, bebas dari kelahiran kembali. Memperoleh kebijaksanaan tertinggi pada waktu sekarang dan memperoleh intisari pelepasan/mencapai keadaan tidak terlahir lagi (Sikkhanisamsa Sutta).
Mengembangkan Moralitas dalam Perspektif Buddhis
Kebajikan moral dianggap sebagai suatu dasar yang membentuk semua hal-hal yang positif dalam kehidupan saat ini. Kedisiplinan lima moralitas dapat muncul dan menjadi kebiasaan hidup apabila manusia memiliki kualitas baik yang menjadikan pelindung dunia (dhammā sukkām lokam pālenti), yaitu perasaan malu terhadap tindakan mengesampingkan moralitas dan perasaan takut akibat mengesampingkan moralitas (hirī ca ottappañca) (A.i.51). Perasaan malu adalah papan sandaran (S.i.33). Jika kita dapat melihat kedalam diri, bahwa kita adalah manusia yang beragama, berbudaya, cerdas dan bermoral, maka akan muncul perasaan malu terhadap tindakan yang mengesampingkan moralitas. Demikian halnya dengan perasaan takut terhadap perbuatan salah melalui jasmani, ucapan dan pikiran yang tidak bermanfaat (M.ii.356). Perasaan takut ini dapat muncul apa bila kita mampu melihat kedalam diri, bahwa ada akibat dari setiap perbuatan. Memahami perasaan malu dan takut terhadap tindakan dan akibat mengesampingkan moralitas akan mampu menumbuh-kembangkan sifat religius di dalam diri, sehingga mampu melihat manfaat dan bahaya yang ada di dalamnya.
Ciri sila adalah ketertiban dan ketenangan. Fungsi dari sila adalah menghancurkan kelakuan yang salah dan menjaga agar orang tetap tidak bersalah. Dalam agama Buddha tindakan aktif dari pelaksanaan pancasila adalah pancadharma yaitu :
1.      Meta Karuna, cinta kasih dan belas kasihan kepada semua mahkluk. Hal ini sebagai wujud tindakan aktif untuk menghindari pembunuhan,
2.      Sammaajiva, adalah mata  pencaharian benar, dimana dengan berdagang yang benar maka akan memperoleh hasil yang melimpah dan menghindari perbuatan mencuri karena sudah memiliki hasil melalui mata pencaharian benar yang dilakukan.
3.      Santuthi, adalah perasaan puas terhadap apa yang dimiliki. Ini sebagai wujud untuk menghindari perbuaatan asusila. Jika seseorang puas dengan pasangannya maka tidak akan melakukan perbuatan asusila.
4.      Sacca, adalah kejujuran. Dimana jujur merupakan tindakan baik untuk menghindari kebohongan.
5.      Satisampajana, yaitu perhatian dan kewaspadaan dalam hal makanan dan minuman. Jadi dengan memiliki satisampajana, seseorang dapat menghindari makanan dan minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
Pengembangan moralitas dapat terlaksana jika didasari dengan pengetahuan, dan keyakinan terhadap nilai-nilai agama. “Orang yang dapat mengendalikan indrianya bagaikan seorang kusir yang dapat mengendalikan kudanya, yang telah dapat menghilangkan kesombongannya dan hanya dengan ulet dapat membersihkan batinnya dari noda-noda. Orang seperti ini dicintai oleh para dewa.” (Dhp 94).
Terhadap kehidupan bersusila, Sang Buddha menekankan agar kita hendaknya agar kita hendaknya dapat bersikap mandiri, sebagaimana yang diungkapkannya dengan istilah “Jadilah pulau bagi dirimu sendiri”. Moralitas atau hidup yang bersusila yang mandiri ini adalah dimana kita sendirilah yang dapat memutuskan secara kritis mana yang baik dan mana yang benar, yang dapat kita lakukan melalui kesadaran yang terdapat didalam diri kita.
“Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan. Ketidaksadaran adalah jalan menuju kematian, mereka yang sadar tidak akan mati. Orang yang tidak sadar seolah-olah telah mati” (Dhp.21). “Diri sendirilah yang membuat diri jadi jahat. Diri sendirilah yang membuat diri jadi ternoda. Diri sendirilah yang membuat kejahatan terjadi. Namun diri menjadi suci dari noda”. (Dhp 165).
Kesimpulan
Pelaksanaan sila membantu orang untuk menanam lima kebaikan mulia yang berkaitan dengan masing-masing sila. Yang pertama adalah mengembangkan belas kasihan; yang kedua kedermawanan dan ketidakmelekatan; yang ketiga adalah rasa puas; yang keempat kebenaran, dan yang kelima adalah perhatian penuh dan kejernihan pikiran.
Setiap umat Buddha selayaknya melaksanakan kelima sila untuk dapat meningkatkan dirinya secara moral dan spiritual. Moralitas adalah langkah pertama dalam jalan menuju kebahagiaan abadi. Moralitas adalah pondasi spiritual yang mendasar. Tanpa landasan ini, takkan ada kemajuan manusia dan kemajuan spiritual. Setelah menegakkan fondasi moral, seseorang dapat melanjutkan untuk mengembangkan pikiran dan kebijaksanaannya.Moralitas dapat dikembangkan dengan melaksanakan Pancasila dan pancadharma akan membantu seseorang dalam mengembangkan moralitasnya, memiliki sikap dan perilaku yang lebih mulia dan terpandang, serta dapat membawa pada keuntungan diri sendiri dan berguna bagi orang lain. Praktek ini akan menuntunya dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat-tingkat perkembangan mental yang lebih tinggi, dan akhirnya menuju puncak dari semua pencapaian yaitu penerangan.

  
Daftar Pustaka
Wijaya-Mukti, Krisnanda. 2003.  Wacana Buddha Dharma. Jakarta:Yayasan Dharma Pembangunan bekerjasama dengan Ekayana Buddhist Centre.
Jotalankara, 2013. Ajaran-ajaran Dasar Buddhisme. Jakarta Barat : yayasan Prasada Jinarakhitta Buddhis Institute.
Wuryanto, Joko. 2003. Pengetahuan Dharma. Jakarta : CV Dewi Kayana Abadi
Majjima Nikaya (The Midle Leght Saying) Vol.II. Translated By Horner, I.B. 1989, Oxford: The Pali Text Society.





Jumat, 29 April 2016

Buddhist Picture















Kamis, 28 April 2016

PAPER (Pentingnya Teknologi)


 

 

 

 

 PERLUNYA MENGENAL TEKNOLOGI INFORMASI BAGI GURU AGAMA BUDDHA

Disusun Guna Memenuhi  Ujian Tengah Semester

Mata Kuliah Pengantar  E-Learning

Dosen Pengampu : Rahmad Setyoko, S.Pd.B




MUJIYANTO

1408211167

SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA “STIAB”

SMARATUNGGA

BOYOLALI

2016

                           

                            BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Pada kehidupan saat ini, manusia merupakan salah satu bagian yang tidak terlepas dari teknologi informasi. Setiap hari manusia tidak terlepas dari penggunaan teknologi itu sendiri. Sebagai contoh, sesorang yang lupa membawa handphone dalam waktu sehari sudah pusing dan bahkan dapat mengalami kerugian yang cukup besar karena tidak dapat melakukan transaksi. Kondisi ini mencerminkan manusia selalu bergelut dan tidak terlepas dari kemajuan teknologi. Kebutuhan mengenai teknologi ini yang kemudian mendorong teknologi baru berkembang pesat. Teknologi sangat dekat dengan manusia dikarenakan teknologi membantu aktifitas manusia menjadi lebih mudah.

Secara umum teknologi informasi berkembang dengan tujuan untuk membuat manusia menjadi cerdas dan lebih maju. Tetapi, hal ini tidak dimanfaatkan bagi manusia untuk melakukan kegiatan yang positif serta dapat mengembangkan pola pikir dan pengetahuan secara luas. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kebanyakan orang memilih untuk bermain smartphone saat puja bakti di vihara dibandingkan dengan mendengarkan ceramah dari bhikkhu. Dari adanya kejadian tersebut membuktikan bahwa di era teknologi, individu lebih tertarik untuk selalu menggunakan teknologi  demi mencari informasi daripada informasi langsung dari seseorang bahkan guru.

Dalam bidang pendidikan teknologi sangat berperan penting untuk dimengerti dan dipahami terutama bagi seorang guru. Guru diharuskan untuk lebih berkembang dalam mengenal serta menggunakan teknologi. Perlunya keterampilan penggunaan teknologi bagi seorang guru menjadi sebab suksesnya proses pembelajaran.

Berdasarkan latar belakang dan adanya kejadian di dalam masyarakat, maka dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang tema “Pentingnya Ketrampilan Menggunakan Teknologi Sebagai Guru Agama Buddha”. Hal tersebut menjadi pembahasan yang penting dalam era ini karena banyak tantangan baru bagi kemajuan pendidikan seiring dengan teknologi informasi yang semakin berkembang.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Peran Teknologi Informasi dalam pendidikan

Teknologi merupakan 1) metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan; 2) keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia (Tim Penyusun, 2008: 1473). Oleh karena itu, yang dimaksud dengan teknologi disini adalah ilmu terapan yang berkembang saat ini. Informasi merupakan penggunaan teknologi seperti komputer, elektronik, dan telekomunikasi, untuk mengolah dan mendistribusikan informasi dalam bentuk digital (Tim Penyusun, 2008: 1473). Teknologi informasi memberikan kemudahan bagi manusia dalam berkomunikasi.

Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan elemen penting dalam menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang maju sesuai dengan perkembangan zaman. Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia memang begitu besar. Teknologi informasi juga dapat melahirkan fitur-fitur baru dalam dunia pendidikan. Sistem pengajaran berbasis multimedia (teknologi yang melibatkan teks, gambar, suara, dan video) dapat menyajikan materi pelajaran yang menarik, tidak monoton, dan memudahkan penyampaian. Murid atau mahasiswa dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan komputer yang dilengkapi dengan progam berbasis multimedia. Teknologi internet ikut berperan dalam menciptakan e-learning atau pendidikan jarak jauh. Kuliah tidak harus dilakukan dengan suasana kelas dimana mahasiswa dan dosen bertemu. Kuliah dapat dilaksanakan dengan mengakses modul-modul kuliah dari jarak jauh. Begitu pula untuk pengiriman tugas dan berdiskusi. Para mahasiwa dengan bebas dapat mengatur waktu belajar, kapan saja dan dimana saja.

E-learning adalah istilah yang digunakan untuk pembelajaran yang memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dengan berbagai cara untuk mendukung dan meningkatkan proses pembelajaran. pentingnya penggunaan metode e-learning dalam pembelajaran yaitu mencegah ketertinggalan dari dunia luar di era teknologi seperti sekarang.

Penggunaan metode e-learning mampu meningkatan fleksibilitas dan kualitas belajar melalui beberapa manfaat, antara lain:

1.    menyediakan akses terhadap berbagai sumber data dan materi yang tidak dapat diakses dengan cara lain, seperti grafik, suara, animasi, film, dan lain-lain;

2.    memberi kebebasan pada siswa untuk menentukan sendiri waktu dan tempat belajar;

3.    memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan dan cara sesuai kemampuannya;

4.    menyediakan lingkungan belajar yang terfokus pada siswa sehingga dapat memenuhi kebutuhan belajar masing-masing siswa;

5.    menciptakan lingkungan belajar yang aktif;

6.    mendukung terjalinnya komunikasi yang lebih intens antara siswa dan guru;

7.    memungkinkan pemberian umpan balik atau reinforcement dengan frekuensi dan kecepatan yang lebih.

B.  Teknologi dan Buddhisme

Pada zaman sekarang agama memiliki tantangan tersendiri terhadap perkembangan teknologi atau ilmu pengetahuan. Sains dan teknologi berkembang lewat suatu proses, dan terdorong oleh kebutuhan atau kepentingan. Sains mengembangkan pengetahuan demi pengetahuan, berbeda dengan Buddhisme yang mengembangkan penetahuan demi penyelamatan.  Albert Einstain merespon Buddhisme dengan ilmu pengetahuan. Beliau berpendapat bahwa:

“Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa kesatuan yang penuh arti. Ajaran Buddha menjawab gambaran ini. Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan modern, itu adalah ajaran Buddha,” (Albert Einstein dalam Sri Dhammananda, 1992: 9). 

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa agama Buddha merupakan agama yang terbuka dengan illmu pengetahuan. Dhamma yang diajarkan oleh Buddha membawa kita kepada cara berpikir yang rasional. Hal tersebut dilakukan oleh Buddha dimasanya dimana memberikan jawaban atas pertanyaan murid dengan perumpamaan. Perumpamaan yang diberikan Buddha mengajarkan bagaimana cara berpikir dalam menjalani hidup. Perumpamaan yang di sampaikan oleh Buddha seperti perumpamaan orang terkena panah beracun. Orang tersebut mencari tahu siapa pemilik panah yang melukai dirinya tanpa menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya. Perumpamaan tersebut menggambarkan bahwa rasa ingin tahu seseorang pada teknologi informasi membawa kepada keadaan yang membuat perasaan menjadi senang untuk sementara. Di satu sisi rasa ingin tahu pada teknologi informasi menjauhkan seseorang kepada kemajuan batin. Sebagai contoh, penggunaan teknologi informasi dapat menjerumuskan kita pada hal yang berbau negatif seperti penipuan online, pengaksesan video porno, serta tindakan kriminal yang dapat dilakukan lewat teknologi.

  Teknologi informasi yang berkembang saat ini memberikan kesempatan setiap individu untuk mempelajari pengetahuan baru. Dhamma yang diajarkan oleh Buddha selaras dengan ilmu pengetahuan. Akan tetapi yang terjadi saat ini penggunaan teknologi informasi tidak digunakan sebagaimana mestinya. Di satu sisi teknologi informasi mempermudah penyebaran agama akan tetapi di sisi lain dengan adanya teknologi baru seperti internet memudahkan seseorang untuk mengakses hal-hal yang berbau pornografi. Hal tersebut sebagai bukti bahwa kita harus dapat menjadi pengguna Teknologi  Informasi yang cerdas.

Agama Buddha dalam menyikapi Teknologi Informasi yaitu bahwa Teknologi informasi dapat digunakan sebagai alat baru untuk menguji kebijaksanaan kita. Hal tersebut dikarenakan akan menentukan sampai mana kebijaksanaan kita dalam menggunakan teknologi informasi yang semakin canggih seperti internet. Seperti Dhamma yang diajarkan oleh Buddha dalam Upali Sutta “Dari ketiga jenis kamma ini, petapa, yang dianalisis dan dibedakan demikian, Aku menggambarkan kamma pikiran sebagai paling tercela untuk pelaksanaan kamma buruk, dan tidak demikian besarnya kamma jasmani atau kamma ucapan,” (Lanny Anggawati & Wena Cintiawati, 2006: 983).



C.  Pentingnya Keterampilan Menggunakan Teknologi  Sebagai Guru Agama Buddha

Pekerjaan guru adalah suatu profesi yang menuntut pengetahuan, keterampilan dan keahlian tertentu. Karena itu seorang guru harus memiliki kompetensi profesional. Kompetensi ini tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosial, yang dipraktikkan dalam kehiddupan individu dan kehidupan sosial. Seorang guru mendidik dan melatih mridnya dengan baik sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Seorang guru adalah orang yang mendengar dan menyebabkan orang lain mendengar, seorang yang belajar dan mengajar, seorang yang tahu dan memberi tahu dengan jelas, seorang yang cakap mengenali kecocokan dan ketidakcocokan, serta tidak menimbulkan pertengkaran.

Seorang guru sebaiknya memiliki lima kualitas, sebagaimana seorang bhikkhu senior, yaitu ia adalah orang yang menguasai analisis logika, mengetahui analisis sebab akibat, menguasai analisis bahasa, mengetahui analisis segala sesuatu yang dapat dikenali, apa yang harus dilakukan oleh para pengikut, menjalani kehidupan suci besar atau kecil, cakap dan aktif, berusaha meneliti persoalan, siap melakukan dan membuatnya terlaksana (A.III, 113).

Di era semacam ini, pendidikan agama buddha tidak lepas dari perkembangan jaman. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet seperti sekarang dapat memberi dampak positif pada pendidiikan agama Buddha. Guru sebagai seorang yang bertugas untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing, mengarahkan, dan mengevaluasi peserta didik dituntuk untuk bisa mengikuti perkembangan jaman ini demi kemajuan mutu pendidikan agama Buddha. Guru pendidikan agama Buddha sebagai seorang pengajar agama Buddha bisa memanfaatkan internet untuk meningkatan kemampuan profesi.

 Keterampilan menggunakan teknologi informasi sebagai guru agama Buddha begitu penting. Setiap guru perlu untuk mengikuti perkembangan zaman, yaitu dengan mengikuti perkembangan teknologi informasi modern. Perkembangan teknologi membuat segala hal lebih banyak untuk dimengerti dan dilakukan. Teknologi modern membantu segala kagiatan dari berbagai bidang terutama pendidikan. Proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila mencapai tujuan yang diharapkan, hal ini tidak terlepas dari peran seorang guru yang berperan aktif dalam mensukseskan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Seorang guru tentunya sudah memiliki sebuah pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan keahlian masing-masing untuk diterapkan kepada muridnya dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah keterampilan menggunakan teknologi informasi disetiap mengajar, pentingnya teknologi informasi terutama sebagai guru agama Buddha yaitu untuk mengembangkan pengetahuan-pengetahuan baru yang sudah dimiliki dengan menyesuaikan pada teknologi modern. Penggunaan teknologi tidak terlepas dengan internet, komputer, multimedia, dan progam lainya yang lebih modern. Dalam kegiatan pembelajaran guru agama Buddha tentunya perlu memiliki keterampilan dalam menggunakan teknologi sebagaimana untuk memenuhi tugasnya sebagai seorang pengajar. Meskipun berbasis agama seorang guru agama Buddha juga mampu memiliki suatu keterampilan dan keahlian yang setara dengan guru umum, karena seiring berkembangnya Teknologi yang semakin maju membuat seluruh pihak pendidikan untuk bersaing dan mampu menunjukkan bakat yang dimiliki demi menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean).

Keberhasilan pembelajaran juga berpengaruh pada proses pembelajaran yang menyenangkan. Dengan menggunakan Model pembelajaran yang kreatif dan inovatif memanfaatkan teknologi dan informasi  dalam materi pendidikan agama Buddha merupakan harapan bagi banyak pihak. Siswa tentu akan menyukai model pembelajaran yang demikian, suasana kelas menjadi sangat kondusif untuk tempat belajar anak. Guru pun menjadi tidak bosen dengan pekerjaan mengajar yang sudah dilakukan bertahun-tahun. Oleh karena itu, kesadaran diri dari guru Pendidikan Agama Buddha menjadi titik awalnya dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, serta keahlian yang dimiliki sesuai dengan perkembangan teknologi informasi sekarang.

Secara pribadi guru juga dapat memanfaatkan internet untuk pengembangan diri dan pengembangan profesi. Informasi yang terbaru dapat dengan mudah ditemukan di internet. Materi-materi yang berhubungan dengan ilmu pendidikan agama Buddha, seperti kurikulum yang terbaru juga banyak ditemukan di internet. Melalui pemanfaatan internet semacam ini, guru pendidikan agama Buddha menjadi lebih mudah dalam meningkatkan profesionalitasnya sebagai seorang pengajar pendidikan agama Buddha.

Pemanfaatan internet bagi guru dapat disesuaikan dengan standar kompentensi atau kemampuan guru. Ada empat kemampuan atau kompetensi yang idealnya harus dimiliki oleh guru Pendidikan Agama Buddha, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,  kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Pemanfaatan internet untuk mendukung pelaksanaan proses pembelajaran dalam bentuk media atau yang lainnya adalah sesuai dengan kompetensi pedagogik. Pemanfaatan internet untuk media komunikasi dengan peserta didik, rekan kerja dan juga masyarakat adalah bagian dari kompetensi sosial guru. Pemanfaatan internet untuk pengembangan diri guru seperti untuk menambah pengetahuan dan keahlian ilmu pendidikan agama Buddha adalah sesuai dengan kompetensi profesioanal guru.

Pembelajaran yang baik juga dapat dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai teknologi yang tersedia, seorang guru dapat memaksimalkan potensi metode belajar e-learning. Baik guru maupun siswa dapat menemukan cara berkomunikasi dan belajar yang lain, juga bergabung dalam berbagai komunitas baru. Dengan begitu, guru dapat membuat siswa terlibat secara lebih aktif dalam pembelajaran mereka.

Kecenderungan untuk mengembangkan e-learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Penerapan e-learning yang efektif, menurut Indrayani (2007), berhubungan dengan usaha yang konsisten dan terintegrasi dari pelajar, lembaga, fasilitator, staff penunjang, dan administrator. Harrison (dalam Pushpanathan, 2012) menjelaskan bahwa guru berperan sebagai “pelajar ahli” yang dapat membantu siswa memecahkan masalah dan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan mereka. Proses pembelajaran berbasis e-learning akan lebih berhasil jika guru memenuhi ciri berikut:

1.    Memiliki semangat yang tinggi

2.    Dapat mengatur sesi belajar dengan baik

3.    Mencintai subjek yang diajarkan

4.    Dapat mengkonseptualisasi topik yang dibahas

5.    Berempati terhadap siswa

6.    Memahami bagaimana cara manusia belajar

7.    Memiliki keterampilan mengajar dan mengelola pembelajaran

8.    Waspada terhadap tiap kejadian di dalam kelas

9.    Mengajar dengan gaya pengajaran yang ia sukai

10.     Terampil dalam berbagai aspek pengajaran: bertanya, mendengarkan, mendorong, bereaksi, menyimpulkan, dan memimpin.

Selain yang telah disebutkan di atas, untuk meningkatkan motivasi belajar dan memaksimalkan proses pembelajaran, setiap guru harus membekali diri dengan keterampilan TIK dan pengetahuan terkait teknologi yang cukup mumpuni. Pelgrum (dalam Khan dkk, 2012) menyatakan bahwa kurangnya keterampilan dan pengetahuan guru merupakan salah satu dari hambatan utama penggunaan internet dalam pembelajaran di negara yang sedang dan belum berkembang. Hal serupa diungkapkan Olowa (2012), yaitu bahwa di beberapa negara, prospek penggunaan internet untuk proses pembelajaran belum diterapkan secara maksimal dan masih terbatas. Keterbatasan tersebut terutama disebabkan oleh kurang mendukungnya fasilitas di sekolah, biaya penggunaan internet yang tinggi, dan kurangnya pengetahuan serta keterampilan guru dalam menggunakan internet untuk tujuan pembelajaran.

Jadi keterampilan menggunakan Teknologi informasi modern sangat penting bagi seorang guru agama Buddha, karena dengan memiliki keahlian dalam menggunakan teknologi seorang guru agama Buddha mampu mengikuti perkembangan jaman, seorang guru agama Buddha  dapat lebih mudah dalam mengajar tentang materi pendidikan agama Buddha karena telah ditunjang dengan teknologi modern serta keterampilan dalam menggunakan teknologi informasi.


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa seorang guru agama Buddha harus mampu mengikuti perkembangan zaman. Seorang guru agama Buddha perlu untuk mengenal dan mempelajari suatu teknologi informasi modern, maka dari itu diperlukan sebuah keterampilan menggunakan teknologi informasi sebagi guru agama Buddha. Penting sekali memiliki keterampilan dalam menggunakan teknologi informasi, karena dengan terampil menggunakan teknologi seorang guru agama Buddha mampu mempermudah menjalankan kewajibannya sebagai pengajar. Selain itu guru agama Buddha juga perlu memiliki keahlian dan keterampilan profesional tentang teknologi modern, karena untuk menghadapi perkembangan global dan juga menghadapi MEA (masyarakat Ekonomi ASEAN).

Di satu sisi pentingnya keterampilan menggunakan teknologi sebagai guru agama Buddha juga untuk bersaing dan menyesuaikan persamaan dengan guru-guru umum dan juga sebagai seseorang yang mampu mengajarkan pendidikan aganma Buddha lebih luas lagi serta mengikuti perkembangan jaman. Dengan demikian keterampilan yang dimiliki seorang guru agama Buddha sangat penting dalam memanjukan ajaran Buddha dengan di terapkannya dalam proses pembelajaran pendidikan agama Buddha di sekolah.


B.  Saran

Dilihat dari pembahasan kali ini mengenai pentinnya keterampilan menggunakan teknologi informasi, sebagai calon guru maupun sebagai guru agama Buddha harus dapat mengikuti perkembangan teknologi dengan belajar, mencari tahu, serta praktik dalam menggunakan teknologi modern. Supaya jika sudah terampil dan ahli dalam menggunakannya maka akan lebih mudah dalam mengikuti kemajuan zaman, mempermudah segala kegiatan, serta membatu proses pembelajaran menjadi lebih menarik agar berhasil dan mencapai tujuan yang diharapkan.



DAFTAR PUSTAKA


Wijaya-Mukti, Krisnanda. 2003.  Wacana Buddha Dharma. Jakarta:Yayasan Dharma Pembangunan bekerjasama dengan Ekayana Buddhist Centre.
Anggawati , Lanny dan Cintiawati, Wena. 2006. Majjhima Nikaya 3. Klaten: Vihara Bodhivamsa.
Anggawati , Lanny dan Cintiawati, Wena. 2003. Petikan Anggutara Nikaya.
Klaten: Vihara Bodhivamsa.

Tim penyusus. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa
Pushpanathan, T. 2012. The Role of A Teacher in Facilitating e-Learning. Journal of Technology for ELT, vol. 2 No. 2. http://www.researchgate.net
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi

http://lutfiyahita.blogspot.com/2007/09/sejarah-teknologi-informasi.html

Dhammananda, Sri. 1992. Agama Buddha di Mata Para Intelek Dunia. Mutiara
Dhamma

Rabu, 27 April 2016

Pendidikan Karakter Berbasis Buddhis



MAKALAH SUTTA TEMATIK
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS AGAMA BUDDHA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Sutta Tematik
Dosen Pengampu:
Kabri Nyana Karuno., S.Ag.,M.Pd.,M.Pd.B



 


  

Disusun Oleh :
 Mujiyanto
1408211167


SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA
“STIAB” SMARATUNGGA
BOYOLALI
2015





KATA PENGANTAR

Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya

Puji dan puji syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Yang Adi Buddha, para Buddha dan Bodhisattva Mahasattva, berkat perlindungan dan pancaran cinta kasih-Nya, penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pendidikan Karakter Berbasis Agama Buddha” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan masukan yang bersifat membangun, guna penyempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.
Semoga makalah ini berguna bagi mahasiswa Buddhis khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

Sadhu... Sadhu... Sadhu...

                           Boyolali, 31   Maret  2015


Penyusun



DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN         
       A.    Latar Belakang......................................................................................................1
       B.     Rumusan Masalah.............................................................................................. 3
       C     Tujuan Penulisan................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN                            
A.    Konsep Pendidikan Karakter............................................................................. 3 
       1. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter........................................................... 4
       B.     Landasan Filisofi Pendidikan Karakter............................................................ 6
       C.     Hubungan Pendidikan Karakter dengan Agama Buddha............................ 8

BAB III PENUTUP                                    
A. Simpulan................................................................................................................ 11 
B. Saran....................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 12


BAB I
PENDAHULUAN


           A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam setiap dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003).
Pendidikan merupakan salah satu pranata sosial yang penting bagi terciptannya kehidupan masyarakat yang demokratis, harus diberdayakan bersama-sama dengan pranata hukum, pranata sosial-budaya, ekonomi dan politik. Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa pranata pendidikan masih terlalu lemah sehingga kurang mampu membangun masyarakat belajar. Masyarakat belajar ditandai dengan besarnya perhatian dan partisipasi semua komponen masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sebagai suatu gerakan rekontruksi sosial. Akibatnya, persoalan-persoalan kemasyarakatan yang muncul, seperti disintegrasi sosial, konflik antar etnis, kekerasan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pola hidup konsumtif tidak dapat segera ditangani secara tuntas. Oleh sebab itu, untuk saat ini dan masa yang akan datang perlu dibangun dan dikembangkan sistem pendidikan nasional atas dasar kesadaran kolektif bangsa dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah sosial yang dihadapi bangsa Indonesia.
Mutu pendidikan akan terwujud jika proses pembelajaran disekolah benar-benar  mendorongsiswa untuk terus belajar dan mengembangkan  pengetahuan apapun yang mereka kuasai adalah hasil belajar yang mereka lakukan sendiri. Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan.“Atas dasar cinta kasih, apa yang dilakukan seorang guru, yaitu mengusahakan kebahagiaan bagi murid-muridnya. Itulah yang guru lakukan, terdorong oleh cinta kasih kepadamu” (M.I,6).
Pendidikan karakter adalah suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang untuk menjadi akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih berarti dari sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral yang menerpa negeri ini. Menurut para ahli pengertian pendidikan karakter haruslah diterapkan kedalam pikiran sejak usia dini, remaja, bahkan dewasa sehingga dapat membentuk karakter seseorang lebih bernilai dan bermoral. Pendidikan karakter merupakan salah satu alat yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap orang. Sehingga tingkat pegertian pendidikan karakter seseorang juga merupakan salah satu alat terbesar yang akan menjamin kualitas hidup seseorang dan keberhasilan pergaulan di dalam masyarkat.
Menyikapi beratnya tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ke depan dan tajamnya persaingan antar bangsa-bangsa di dunia, bidang pendidikan menempati posisi yang amat strategis dan mutlak perlu mendapatkan porsi perhatian yang lebih besar dan lebih serius daripada sebelumnya. Ini mendesakkan perlunya perubahan undang-undang pendidikan yang mampu menjadi landasan dan pedoman bagi penyelenggara pendidikan nasional yang bersifat komprehensif.Tujuan umum pendidikan tak berbeda dengan tujuan pembabaran agama sebagaimana yang di amanatkan oleh Buddha kepada enam puluh orang Arahat. Mereka mengemban misi atas dasar kasih sayang, demi kebaikan, membawa kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan bagi orang banyak (Vin.I, 21). Karena mendatangkan kebaikan ini, menurut Mahamanggala-Sutta, memiliki pengetahuan dan keterampilan merupakan salah satu berkah utama (Sn.261).
Pendidikan agama jelas menolong untuk menghentikan segala bentuk kejahatan. “ Aku telah berhenti. Engkau pun berhentilah, “seru Buddha kepada Angulimala (M.II, 99). Ajaran Buddha atau Dharma dipandang sebagai pelita yang menerangi kegelapan. Buddha mengajarkan, ” Peganglah teguh Dharma sebagai pelita, peganglah teguh Dharma sebagai pelindungmu” dan dengan itu berarti seseorang menjadi pelita dan pelindung bagi diri sendiri, sehingga tidak menyandarkan nasibnya kepada mahkluk lain (D.II, 100).Pendidikan dalam agama Buddha dapat dikatakan bersifat pragmatis menyangkut pemecahan masalah untuk mencapai tujuan hidup manusia.Filosofis pendidikan dalam agama Buddha mengacu pada Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccani), yaitu mengidentifikasi duka, assal mula duka, lenyapnya duka, dan jalan mengakhiri duka. Lewat formulasi ini Buddha memberikan petunjuk bagaimana sebaiknya mengatasi masalah secara sistematis. Berdasar rumusan Empat Kebenaran Mulia Kowit Vorapipatana mengembangkan konsep Khitpen yang artinya berpikir, mengada’ (to think, to be) atau mampu berpikir (to be able to think) untuk menggambarkan strategipengajaran yang menyangkut berpikir secara kritis dan kecakapan memecahkan masalah.

           B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Konsep pendidikan karakter?
2.      Apalandasan filosofi pendidikan karakter?
3.      Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan agama Buddha?

           C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai tugas mata kuliah “Sutta Tematik” yang diampu oleh dosen Kabri Nyana Karuno S.Ag., M.Pd.,M.Pd.B. dan tujuan lainnya dari penulisan makalah ini adalah:
1.        Menjelaskan konsep Pendidikan karakter.
2.        Menjelaskan landasan filosofi pendidikan karakter?
3.        Menjelaskan hubungan pendidikan karakter dengan agama Buddha.


BAB II
PEMBAHASAN

        A. Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang bertujuan untuk merubah, memperbaiki, dan mengatur perilaku manusia kearah yang lebih baik dalam koridor kebenaran mutlak. Pendidikan karakter memang menjadi sebuah acuan yang sangat baik apabila konsep yang ditanamkan dalam pendidikan itu benar. Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education)  dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek,penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
1.         Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal).
Pada kenyataannya moral adalah faktor utama yang mendukung pendidikan karakter seseorang tetapi masih ada beberapa faktor yang menyebabkan siswa tidak dapat menyerap pendidikan karakter yang diberikan. Sebagian besar dikarenakan terbentur dari sisi latar belakang ekonomi dan sosial, kemampuan seorang siswa sebenarnya ada akan tetapi karena terbentur oleh faktor di atas maka terbentur pula kemampuan seorang siswa untuk dapat menyerap apa yang telah diberikan kepadanya. Umumnya siswa dari keluarga yang memiliki tingkat ekonomi lebih baik akan lebih mudah untuk memilih jenis pendidikan yang diingikannya walaupun kemampuan seseorang berbeda-beda. Tingkat ekonmi juga menyumbang banyak pengaruh kepada tingkat penyerapan seorang siswa, siswa dengan tingkat ekonomi tinggi memiliki kesempatan berpendidikan dan berkarakter lebih baik dibanding dengan siswa yang kurang mampu walaupun hal ini tidak menjadi sebuah patokan. Hal ini pula yang meyakinkan kepada program pemerintah bahwa setiap tingkatan ekonomi masyarakat haruslah dapat memperoleh pendidikan semaksimal  termasuk pendidikan karakter.
Demikian juga dengan faktor dari dalam, yaitu faktor orang tua. Sebagai orang tua haruslah menaruh kepedulian yang sangat tinggi terhadap pendidikan karakter anak-anaknya karena faktor orang tua juga merupakan salah satu kunci sukses dalam dunia pendidikan. Orang tua yang memiliki tingkat ekonomi tinggi haruslah memfokuskan pendidikan untuk anaknya, jangan memfokuskan untuk mencari harta kekayaan yang beralasan demi masa depan anaknya diukur dengan uang. Orang tua yang memiliki tingkat ekonomi rendah, janganlah menjadikan kambing hitam ekonomi untuk membentengi kemampuan si anak.  Orang tua tetaplah harus terlibat dalam dunia pendidikan si anak demi mencapai kesempurnaan pendidikan. Jangan sampai orang tua justru menjadi penghambat upaya-upaya yang dilakukan negara maupun guru.
Faktor lain yang mendukung pendidikan karakter anak adalah guru, guru tentunya harus tahu tujuannya sebagai guru, bukan alasan utama untuk menjadi profesi guru untuk mencari nafkah demi keluarganya saja, tetaplah berpedoman bahwa seorang guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, bukan pahlawan dengan banyak tanda jasa. Guru memiliki tanggung jawab untuk membentuk hubungan yang baik dengan para siswa dan orang tua. Guru juga harus mampu berkomunikasi secara efektif dengan kedua orang tua dan siswa dalam rangka untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahpahaman atau katidaktahuan tentang pendidikan anak-anak. Seorang guru yang baik menyadari setiap kebutuhan khusus untuk  membantu siswa menyesuaikan diri dengan kurikulum yang sesuai. Dan sudah pasti, diperlukan kesabaran ekstra bagi seorang guru dalam berhadapan dengan para siswa. Jadi haruslah ada keterkaitan faktor-faktor tersebut agar terjalin kesinambungan pendidikan yang baik bahkan mencapai ke tingkat kesempurnaan.Tentunya suatu pendidikan yang ideal tidak dapat dicapai dengan hanya belajar di sekolah, walaupun kurikulum selalu disesuaikan dengan peradaban saat ini.
Pendidikan karakter sangatlah menjadi perhatian berbagai negara di dunia ini untuk membentuk generasi yang berkualitas. Kita harapkan saja bahwa generasi penerus bangsa ini juga mengedepankan pendidikan karakter sehingga membentuk generasi yang tidak brutal, tidak berperilaku free seks, tidak berpesta miunuman keras bahkan tidak berperilaku pornografi. Kita juga mengharapkan dapat berkurangnya tingkat korupsi bahkan hilang, dengan meningkatkan pendidikan karakter tersebut.
Pengertian pendidikan karakter memiliki makna yang amat luas, semua itu tergantung kepada setiap individu yang berperan di dalamnya. Semoga saja pendidikan di negeri ini akan bertambah maju demi masa depan generasi penerus bangsa ini, dan semoga juga pendidikan dapat menjangkau semua aspek kehidupan agar bangsa ini dapat bersaing di dunia internasional dan menjadikan manusia Indonesia menjadi lebih bermoral dan bersumber daya yang tinggi.

B.    Landasan Filosofi Pendidikan karakter
Masalah sentral dalam pandangan Buddha adalah penderitaan manusia. Penderitaan bersumber pada keinginan yang rendah (tanha). Keinginan sendiri timbul tergantung pada faktor lain yang mendahuluinya. Dalam merumuskan rangkaian sebab musabab yang saling bergantung (paticcasamuppada), Buddha menempatkan di urutan pertama kebodohan (avijja).”Yang lebih buruk dari semua noda yang paling buruk. Para Bhikkhu, singkirkan noda ini dan jadilahorang yang tak bernoda” (Dhp.243).
Setiap paradigma pendidikan tidak bisa lepas dari akar filosofisnya. Sebab pendidikan sebagai ilmu merupakan cabang dari filsafat dalam aplikasinya. Dalam filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran yang saling merekonstruksi masing-masing paradigma pendidikan tersebut. Berangkat dari aliran-aliran filsafat tersebut kemudian membentuk paradigma yang berbeda-beda. Paradigma yang dimaksud di sini adalah sebagai salah satu perspektif filosofis dalam membaca persoalan mengenai pendidikan. Dalam filsafat kontemporer terdapat jenis aliran filsafat diantaranya aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, dan rekonstruksialisme.
Aliran progresivisme memiliki ciri utama yaitu memberi kebebasan penuh terhadap manusia untuk menentukan hidupnya. Hal ini didasari kepercayaaan bahwa manusia memiliki kemampuan atau dengan kata lain potensi-potensi alamiah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah hidupnya (problem solving) yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri. Oleh karena itu, manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang penuh dengan rintangan. Lingkungan dan pengalaman menjadi hal yang penting dalam aliran ini. Masalah atau problem yang dihadapi manusia biasanya berasal dari lingkungan dan dengan pengalaman-pengalaman yang dialaminya pada lingkungan dimana dia berada, manusia menjadi semakin mudah dan bijak dalam menyelesaikan problem hidup. Serta dengan makin seringnya manusia menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman yang didapat, maka semakin matang persiapan seseorang dalam menghadapi tantangan atau tuntutan masa depan.
Filsafat progresivisme merupakan aliran yang anti kemapanan sehingga bertentangan dengan esensialisme. Maksudnya, progresivisme berpandangan berpikir ke arah ke depan (adanya kemajuan), secara terus-menerus merekonstruksi pengetahuan-pengetahua menuju sebuah kesempurnaan.Dalam perspektif progresivisme, pendidikan bukanlah sekadar memberikan pengetahuan, lebih dari itu pendidikan melatih kemampuan berpikir (aspek kognitif). Manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding makhluk lain, yaitu dianugerahi akal dan kecerdasan. Sehingga dengan akal dan kecerdasan tersebut diharapkan manusia atau seseorang dapat mengetahui, memahami, dan mengembangkan potensi-potensi yang telah ada pada dirinya sejak dilahirkan. Akal membuat seseorang bersifat kreatif dan dinamis sebagai bekal dalam menghadapi dan menyelesaikan problem yang dihadapi sekarang maupun masa depan.
Aliran inilah yang menjadi dasar atau landasan terbentuknya pendidikan karakter. Pandangan yang mengatakan bahwa manusia memiliki potensi-potensi dan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah. Progresivisme yang juga menaruh kepercayaan terhadap kebebasan manusia dalam menentukan hidupnya, serta lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi kepribadiannnya. Beberapa hal yang terkandung dalam aliran progresivisme ini kemudian secara mendalam dipikirkan untuk kemudian memunculkan sebuah paradigma pendidikan yang sedang menjadi primadona paradigma pendidikan dewasa ini, yang tidak lain adalah pendidikan karakter.

            C.    Hubungan Pendidikan Karakter dengan agama Buddha
Pendidikan adalah prinsip sarana bagi pertumbuhan manusia, penting unutk tranformasi kematangan peserta didik menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Namun demikian saat ini, keduanya perkembangan dan pengembangan dunia, dapat dilihat pada pendidikan formal sebagai permasalahan yang serius. Pembelajaran klasikal telah menjadi bagian yang bersifat rutin dan sering mempertimbangkan sekolah sebagai latihan kesabaran dibanding pembelajaran. 
Konsepsi tujuan pendidikan adalah berbeda secara konsisten dengan prinsip Buddha. Efisiensi praktis mempunyai kedudukan dalam pendidikan Buddha, Buddhism mengemukakan jalan tengah sebagai  aspirasi spiritual mulia tergantung kesehatan fisik dan jaminan materil bagi masyarakat. Tetapi untuk Buddhism dari sisi praktek pendidikan harus terintegrasi (terpadu), didesain sesuai kebutuhan untuk membawa potensi alami manusia menjadi matang sesuai dengan apa yang diharapakan oleh Buddha. Di atas semua, kebijakan bidang pendidikan yang dipandu oleh prinsip Buddha bertujuan memasukkan nilai-nilai sebagi informasi penting. Hal itu diarahkan, tidak hanya ke arah mengembangkan sosial dan keterampilan komersil, tetapi ke arah pemeliharaan spiritual peserta didik
Dalam masyarakat sekuler saat ini, pendidikan secara kelembagaan adalah di fokuskan untuk menyiapakan arah karier peserta didik, di negara Buddhis seperti Sri Lanka tanggung jawab utama untuk menyampaikan prinsip Dhamma kepada siswa secara alami berada pada sekolah Dhamma. Pendidikan Buddhis dalam sekolah Dhamma harus terkait di atas semua, dengan tranformasi karakter pribadi. Karakter pribadi dibentuk oleh nilai-nilai, dan menumbuhkan semangat nilai-nilai inspirasi yang ideal, tugas pertama untuk membentuk pendidik Buddhis adalah menentukan sistem ideal bidang pendidikan mereka. Jika kearah ditemukan ajaran Buddha ideal, ada lima kualitas yang Buddha sering sampaikan berhubungan karakter peserta didik, apakah bhikkhu atau perumah tangga. Lima kualitas adalah keyakinan (saddhä), kemoralan (síla), kedermawanan (cäga), belajar (mendengan) (suta), dan kebijaksanaan (paññä) (A.III.80) (Bodhi, 1997). 
Manusia tidak bebas nilai, tanpa nilai-nilai moral tidak mampu menghayati hidup lebih baik. Ilmu pengatahuan pun tidak bebas nilai, dimana ilmu pengatahuan adalah hasil pemikiran manusia dalam situasi dan kondisi tertentu yang dibangun oleh seperangkat nilai. Menurut pembicaraan dengan Pa­ngeran Abhaya, Buddha me­nyampaikan hanya hal-hal yang be­nar, berdasar, membawa man­­faat atau bertujuan baik, dan sesuai pada waktunya yang tepat. Tidak menjadi soal apakah hal itu menyenangkan atau tidak menyenangkan (M. I, 395). Ilmu pengetahuan yang benar sebagaimana ajaran agama,  dikembangkan berda­sar manfaat atau tujuan yang baik. Ke­man­­faatan tentu juga dipertimbangkan untuk menyeleksi materi pendi­dikan. “Sepatah kata yang ber­manfaat, yang membuat se­seorang men­jadi tenang setelah mendengarnya, adalah lebih baik daripada seribu kata yang tak bermanfaat” (Dh. 100). Buddha mem­bandingkan apa yang telah diajarkan-Nya dengan se­genggam daun sinsapa, sedang kema­ha­tahuan seorang Buddha itu se­banyak daun di hutan. Apa yang se­genggam atau yang sedikit dapat digenggam adalah pengetahuan yang penting karena diper­lukan untuk menga­rungi kehidupan suci. Yang banyak, tidak digenggam, kare­na tidak berman­faat untuk men­capai pencerahan (S. V, 437). 
Bagaimanapun, untuk menguasai ajaran yang cuma segenggam itu, orang ha­rus belajar banyak. “Orang yang hanya belajar sedikit akan menjadi tua seperti sapi jantan. Dagingnya bertambah, tetapi ke­bijaksanaannya tak berkembang” (Dh. 152). Dunia berkembang de­ngan mem­pertemu­kan sains dan agama dalam menciptakan peradab­an yang le­bih maju. Dharma yang diajarkan oleh Buddha sejalan dengan sema­ngat ilmiah, sekurang-kurangnya dalam hal kebebasan berpikir, peng­u­­jian atau pendekatan empiris, dan pijakan kausalitas. Namun tidak­lah te­pat menyamakan ajaran Buddha dengan sains. Kebenaran ilmiah ber­sifat relatif dan tidak memasuki ruang lingkup batin atau mo­ral. Sedangkan Dharma tak lapuk oleh waktu, menuntun ke arah ke­bebasan (A. III, 285), baik lahir ataupun batin. Karena itu ilmu pe­nge­­tahuan dan tekno­logi semata-mata adalah cara, bukan tu­juan, dan ajaran agama yang harus menjawab apa tujuannya. Agama juga bu­kan tujuan itu sendiri. Aga­ma Buddha dipandang sebagai wahana atau kendaraan (Saddhar­ma­pundarika-sutra II) atau sebagai rakit untuk me­nye­be­rang, me­nye­lamatkan di­ri (M. I, 135).


 
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha yang bertujuan untuk merubah, memperbaiki, dan mengatur perilaku manusia kearah yang lebih baik dalam koridor kebenaran mutlak. Pendidikan karakter memang menjadi sebuah acuan yang sangat baik apabila konsep yang ditanamkan dalam pendidikan itu benar.Pendidikan karakter memiliki peranan penting dalam membentuk moral bangsa yang baik demi tercapainya masyarakat yang harmonis dan sejahtera, tanpa adanya suatu persoalan yang memngahmbat bangsa ini kearah yang kurang baik.
Dalam konteks pendidikan formal Agama Buddha, pendidikan sebagai suatu hal  yang dilatih untuk menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan oleh peserta didik yang sesuai dengan ajaran Agama Buddha. Dengan melaksanakan pendidikan sudah pasti memiliki tujuan, baik dalam menjalankan hidup maupun tujuan dari Pendidikan Agama Buddha itu sendiri. Pendidikan agama Buddha sangat menitikberatkan pada sentral etika dan moral yang baik demi membentuk karakter mental peserta didik yang memiliki kualitas hidup yang baik demi tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.

B.     SARAN
Pendidikan saat ini memiliki peranan yang sangat penting untukmembentuk karakter moral bangsa, untuk itu sebagai seorang peserta didik hendaknya mampu mengaplikasikan setiap ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dibidang pendidikan guna menjadi manusia yang memiliki moral dan etika yang baik didalam ruang lingkupkeluarga dan masyarakat.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dari dosen pengampu mata kuliah Sutta Tematik: Kabri Nyana Karuno., S.Ag., M.Pd., M.Pd.B untuk memberiakan saran dan masukan demi tersusunnya makalah ini dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah karya ilmiah yang sebenarnya. Semoga dengan adanya penyusunan makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk belajar bagi mahasiswa STIAB “SMARATUNGGA” sehingga memperoleh ilmu pengetahuan dalam konsep “pendidikan karakter berbasis agama Buddha”



DAFTAR PUSTAKA

Rusidi, 2009, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Naga Jawa Berdikari

Majjima Nikaya (The Midle Leght Saying) Vol.I. Translated By Horner, I.B. 2000, Oxford: The Pali Text Society.

Majjima Nikaya (The Midle Leght Saying) Vol.II. Translated By Horner, I.B. 1989, Oxford: The Pali Text Society.

Digha Nikaya (Dialogues Of The Buddha) Vol. II. Terjemahan Muller, F. Max. 1977, London: The Pali Text Society.

Ihsan, Fuad. Dasar-dasar Kependidikan: komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta. 2005.
Wijaya-Mukti, Krisnanda. 2003.  Wacana Buddha Dharma. Jakarta:Yayasan Dharma Pembangunan bekerjasama dengan Ekayana Buddhist Centre.








http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html