“Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan. Ketidaksadaran adalah jalan menuju kematian, mereka yang sadar tidak akan mati. Orang yang tidak sadar seolah-olah telah mati” (Dhp.21). “Diri sendirilah yang membuat diri jadi jahat. Diri sendirilah yang membuat diri jadi ternoda. Diri sendirilah yang membuat kejahatan terjadi. Namun diri menjadi suci dari noda”. (Dhp 165).
Kamis, 19 Mei 2016
Mengembangkan Moralitas Dalam Perspektif Buddhis
Mengembangkan Moralitas Dalam
Perspektif Buddhis
Mujiyanto
Abstrak :
Pelaksanaan sila dalam
agama Buddha merupakan suatu kebijakan moral, etika atau tata tertib dalam
menjalani kehidupan kita sebagai manusia sehingga mampu bertingkah laku secara
baik dan benar bagi diri sendiri dan orang lain. Kebajikan moral dianggap
sebagai suatu dasar yang membentuk semua hal-hal yang positif dalam kehidupan
saat ini.Moralitas atau sila dalam agama Buddha dapat dikembangkan dengan
berlatih melaksanakan Pancasila dan Pancadharma serta mengerti tentang Hiri (perasaan
malu berbuat jahat) dan Ottapa (Perasaan takut akibat perbuatan jahat).
Kata Kunci
: Moralitas, Sila dalam Buddhis, Lima tindakan aktif (Pancadharma).
Latar Belakang
Pada
era globalisasi ini banyak sekali kasus-kasus yang menyangkut tentang
kemerosotan moral di dunia. Di Indonesia banyak kasus tindak kriminal yang
melanggar norma agama serta peraturan pemerintah. Banyak halnya seperti
pembunuhan, pencurian, seks bebas, narkoba, penipuan, kekerasan anak, tawuran,
perjudian, dan banyak lainnya yang mengutamakan tindakan pada merosotnya moral
bangsa. Kurangnya pendidikan serta pengetahuan yang luas mengenai baik buruknya
tindakan yang dilakukan serta dampak yang akan diterima menyebabkan banyak
tindakan yang salah banyak dilakukan.
Berbagai
persoalan dan kerusakan yang ada saat ini sesungguhnya disebabkan oleh kondisi
moral dan etika masyarakat yang sudah mengalami kemerosotan. Kerapuhan moral
dan etika bangsa ini makin terlihat jelas, persoalan demi persoalan bangsa
semakin hari bukan semakin hilang, tapi justru semakin meningkat tajam. Mulai
dari kasus kekerasan antar kelompok, ketidakadilan sosial dan hukum, hingga
budaya korupsi penguasa yang makin merajalela. Pengaruh budaya luar, kurangnya
keyakinan terhadap ajaran agama, serta kurannya penerapan pendidikan karakter
di dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Untuk
memperbaiki moral dan etika anak bangsa perlu ditekankan lagi pada pendidikan
dan pengamalan nilai-nilai agama di dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral
dalam arti untuk mengembangkan perbuatan menuju ke arah positif, lebih memiliki
landasan untuk bertindak, memiliki keyakinan yang kuat terhadap agama,
mentalitas yang baik serta dapat membawa pada kemajuan sikap yang baik.
Moralitas
Moral
adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, akhlak budi pekerti, dan susila. Kondisi mental yang membuat orang
tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dan sebagainya. KBBI menyebutkan “moral” adalah : (1) Ajaran
tentang baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, susila, (2) Kondisi
mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin,
isi hati, atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan, (3)
ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Moralitas dapat
dipahami sebagai suatu tata aturan yang mengatur pengertian baik atau buruk
perbuatan kemanusiaan, yang mana manusia dapat membedakan baik dan buruknya
yang boleh dilakukan dan larangan sekalipun dapat mewujudkannya, atau suatu
azas dan kaidah kesusilaan dalam hidup bermasyarakat.
Moralitas
adalah suatu ketentuan-ketentuan kesusilaan yang mengikat perilaku sosial
manusia untuk terwujudnya dinamisasi kehidupan di dunia, kaidah (norma-norma)
itu ditetapkan berdasarkan konsensus kolektif, yang pada dasarnya
moral diterangkan berdasarkan akal sehat yang objektif.
Moralitas dalam Buddhis
Moralitas
adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik
dan buruk. Ajaran Buddha moralitas dapat diartikan sebagai sila, petunjuk
latihan moral membentuk perilaku yang baik. Dalam agama Buddha, moral dan etika
sangat dititikberatkan, dan penegakkan moral merupakan perwujudan dari
kebutuhan pengembangan diri dari manusia yang selalu berproses. Buddha
menekankan untuk menegakan moral atau menjalankan sila, hidup bersusila “Saya
tak akan menaruh kayu, Brahmana, untuk umpan api di altar. Hanya didalam diri,
api saya nyalakan. Dengan api yang tidk putus-putus membakar ini, dan dengan
diri yang selalu dikendalikan, saya jalani kehidupan mulia dan luhur. “ (Samyuttta Nikaya, 2320).
Sila
atau moralitas dalam agama Buddha juga terkandung didalam beruas delapan untuk
menghentikan dukka, disamping meditasi (samadhi) dan panna, (kebijaksanaan),
yaitu : ucapan benar (sammavacca), perbuatan benar (samma kammanta), dan mata
pencaharian benar (sama Ajiva). Moralitas atau sila dalam agama Buddha adalah
sebuah tatanan aturan yang menjadi dasar tingkah laku baik secara jasmani atau
ucapan, kebajikan kehendak atau niat seseorang menghindari membunuh makhluk
hidup dann seterusnya, atau seseorang yang memenuhi kewajibannya. Sesungguhnya,
kebajikan adalah kehendak yang timbul dalam diri seseorang yang menjalankan
lima sila. Tuntutan lima sila dalam agama Buddha adalah :
1. Aku
berjanji untuk menghindari pembunuhan.
2. Aku
berjanji untuk menghindari pencurian.
3. Aku
berjanji untuk menghindari perbuatan asusila.
4. Aku
berjanji untuk menghindari omong kosong.
5. Aku
berjanji untuk menghindari makan dan minum minuman yang menimbulkan lemahnya
kesadaran.
Sila
merupakan tahap permulaan untuk memasuki kehidupan yang lebih baik, dan orang
yang melaksanakannya akan memperoleh kebahagiaan duniawi dan surgawi. Buddha
bersabda dalam Mahaparinibbana sutta
di hadapan para perumah tangga Buddha mengemukakan manfaat dari melaksanakan
sila : membuat orang bertambah kaya, mendatangkan nama baik, menimbulkan
percaya diri dalam pergaulan dengan berbagai golongan, memberi ketenangan saat
menghadapi kematian, setelah meninggal dunia akan terlahir di alam surga (Dhp.II,86).
Landasan
agama Buddha pada dasarnya bukan berupa perintah atau peraturan, melainkan
pengertian yang mendalam tentang apa yang baik dan buruk terkait dengan sebab
akibat. Moral dalam agama Buddha dikembangkan sebagai jalan untuk mencapai
kebahagiaan, yang berpuncak pada pencapaian Nirwana, bebas dari kelahiran
kembali. Memperoleh kebijaksanaan tertinggi pada waktu sekarang dan memperoleh
intisari pelepasan/mencapai keadaan tidak terlahir lagi (Sikkhanisamsa Sutta).
Mengembangkan Moralitas dalam
Perspektif Buddhis
Kebajikan
moral dianggap sebagai suatu dasar yang membentuk semua hal-hal yang positif
dalam kehidupan saat ini. Kedisiplinan lima moralitas dapat muncul dan menjadi
kebiasaan hidup apabila manusia memiliki kualitas baik yang menjadikan
pelindung dunia (dhammā sukkām lokam pālenti), yaitu perasaan malu terhadap
tindakan mengesampingkan moralitas dan perasaan takut akibat mengesampingkan
moralitas (hirī ca ottappañca) (A.i.51). Perasaan malu adalah papan sandaran
(S.i.33). Jika kita dapat melihat kedalam diri, bahwa kita adalah manusia yang
beragama, berbudaya, cerdas dan bermoral, maka akan muncul perasaan malu
terhadap tindakan yang mengesampingkan moralitas. Demikian halnya dengan
perasaan takut terhadap perbuatan salah melalui jasmani, ucapan dan pikiran
yang tidak bermanfaat (M.ii.356). Perasaan takut ini dapat muncul apa bila kita
mampu melihat kedalam diri, bahwa ada akibat dari setiap perbuatan. Memahami
perasaan malu dan takut terhadap tindakan dan akibat mengesampingkan moralitas
akan mampu menumbuh-kembangkan sifat religius di dalam diri, sehingga mampu
melihat manfaat dan bahaya yang ada di dalamnya.
Ciri
sila adalah ketertiban dan ketenangan. Fungsi dari sila adalah menghancurkan
kelakuan yang salah dan menjaga agar orang tetap tidak bersalah. Dalam agama
Buddha tindakan aktif dari pelaksanaan pancasila adalah pancadharma yaitu :
1. Meta Karuna,
cinta kasih dan belas kasihan kepada semua mahkluk. Hal ini sebagai wujud
tindakan aktif untuk menghindari pembunuhan,
2. Sammaajiva,
adalah mata pencaharian benar, dimana dengan
berdagang yang benar maka akan memperoleh hasil yang melimpah dan menghindari
perbuatan mencuri karena sudah memiliki hasil melalui mata pencaharian benar
yang dilakukan.
3. Santuthi, adalah
perasaan puas terhadap apa yang dimiliki. Ini sebagai wujud untuk menghindari
perbuaatan asusila. Jika seseorang puas dengan pasangannya maka tidak akan
melakukan perbuatan asusila.
4. Sacca,
adalah kejujuran. Dimana jujur merupakan tindakan baik untuk menghindari
kebohongan.
5.
Satisampajana,
yaitu perhatian dan kewaspadaan dalam hal makanan dan minuman. Jadi dengan
memiliki satisampajana, seseorang dapat menghindari makanan dan minuman yang
dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.
Pengembangan moralitas dapat terlaksana jika didasari dengan
pengetahuan, dan keyakinan terhadap nilai-nilai agama. “Orang yang dapat mengendalikan indrianya bagaikan
seorang kusir yang dapat mengendalikan kudanya, yang telah dapat menghilangkan
kesombongannya dan hanya dengan ulet dapat membersihkan batinnya dari
noda-noda. Orang seperti ini dicintai oleh para dewa.” (Dhp 94).
Terhadap kehidupan
bersusila, Sang Buddha menekankan agar kita hendaknya agar kita hendaknya dapat
bersikap mandiri, sebagaimana yang diungkapkannya dengan istilah “Jadilah pulau
bagi dirimu sendiri”. Moralitas atau hidup yang bersusila yang mandiri ini
adalah dimana kita sendirilah yang dapat memutuskan secara kritis mana yang
baik dan mana yang benar, yang dapat kita lakukan melalui kesadaran yang
terdapat didalam diri kita.
“Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan. Ketidaksadaran adalah jalan menuju kematian, mereka yang sadar tidak akan mati. Orang yang tidak sadar seolah-olah telah mati” (Dhp.21). “Diri sendirilah yang membuat diri jadi jahat. Diri sendirilah yang membuat diri jadi ternoda. Diri sendirilah yang membuat kejahatan terjadi. Namun diri menjadi suci dari noda”. (Dhp 165).
“Kesadaran adalah jalan menuju kekekalan. Ketidaksadaran adalah jalan menuju kematian, mereka yang sadar tidak akan mati. Orang yang tidak sadar seolah-olah telah mati” (Dhp.21). “Diri sendirilah yang membuat diri jadi jahat. Diri sendirilah yang membuat diri jadi ternoda. Diri sendirilah yang membuat kejahatan terjadi. Namun diri menjadi suci dari noda”. (Dhp 165).
Kesimpulan
Pelaksanaan sila membantu orang
untuk menanam lima kebaikan mulia yang berkaitan dengan masing-masing sila.
Yang pertama adalah mengembangkan belas kasihan; yang kedua kedermawanan dan
ketidakmelekatan; yang ketiga adalah rasa puas; yang keempat kebenaran, dan
yang kelima adalah perhatian penuh dan kejernihan pikiran.
Setiap umat Buddha selayaknya
melaksanakan kelima sila untuk dapat meningkatkan dirinya secara moral dan
spiritual. Moralitas adalah langkah pertama dalam jalan menuju kebahagiaan
abadi. Moralitas adalah pondasi spiritual yang mendasar. Tanpa landasan ini,
takkan ada kemajuan manusia dan kemajuan spiritual. Setelah menegakkan fondasi
moral, seseorang dapat melanjutkan untuk mengembangkan pikiran dan
kebijaksanaannya.Moralitas dapat dikembangkan dengan melaksanakan Pancasila dan
pancadharma akan membantu seseorang dalam mengembangkan moralitasnya, memiliki
sikap dan perilaku yang lebih mulia dan terpandang, serta dapat membawa pada
keuntungan diri sendiri dan berguna bagi orang lain. Praktek ini akan
menuntunya dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat-tingkat perkembangan
mental yang lebih tinggi, dan akhirnya menuju puncak dari semua pencapaian
yaitu penerangan.
Daftar Pustaka
Wijaya-Mukti, Krisnanda. 2003. Wacana Buddha Dharma. Jakarta:Yayasan
Dharma Pembangunan bekerjasama dengan Ekayana Buddhist Centre.
Jotalankara,
2013. Ajaran-ajaran Dasar Buddhisme.
Jakarta Barat : yayasan Prasada Jinarakhitta Buddhis Institute.
Wuryanto,
Joko. 2003. Pengetahuan Dharma.
Jakarta : CV Dewi Kayana Abadi
Majjima Nikaya
(The Midle Leght Saying) Vol.II. Translated By Horner, I.B.
1989, Oxford: The Pali Text Society.