MAKALAH SUTTA TEMATIK
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS AGAMA BUDDHA
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Sutta
Tematik
Dosen Pengampu:
Kabri Nyana Karuno., S.Ag.,M.Pd.,M.Pd.B
Disusun Oleh :
Mujiyanto
1408211167
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA
“STIAB” SMARATUNGGA
BOYOLALI
2015
KATA
PENGANTAR
Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya
Puji dan puji syukur penyusun
ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Sang Yang Adi Buddha, para Buddha dan
Bodhisattva Mahasattva, berkat perlindungan dan pancaran cinta kasih-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pendidikan Karakter Berbasis Agama Buddha” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini,
penyusun banyak mendapatkan bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga tersusunnya makalah ini.
Penyusun menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
kritik dan masukan yang bersifat membangun, guna penyempurnaan penyusunan
makalah yang akan datang.
Semoga makalah ini berguna bagi mahasiswa
Buddhis khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Sadhu... Sadhu...
Sadhu...
Boyolali, 31 Maret
2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR
ISI............................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang......................................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah.............................................................................................. 3
C
Tujuan
Penulisan................................................................................................. 3
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Pendidikan Karakter............................................................................. 3
1. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter........................................................... 4
B.
Landasan Filisofi
Pendidikan Karakter............................................................ 6
C.
Hubungan
Pendidikan Karakter dengan Agama Buddha............................ 8
BAB
III PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................................ 11
B. Saran....................................................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam
setiap dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003).
Pendidikan
merupakan salah satu pranata sosial yang penting bagi terciptannya kehidupan
masyarakat yang demokratis, harus diberdayakan bersama-sama dengan pranata hukum,
pranata sosial-budaya, ekonomi dan politik. Namun, kenyataannya menunjukkan
bahwa pranata pendidikan masih terlalu lemah sehingga kurang mampu membangun
masyarakat belajar. Masyarakat belajar ditandai dengan besarnya perhatian dan
partisipasi semua komponen masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan sebagai
suatu gerakan rekontruksi sosial. Akibatnya, persoalan-persoalan kemasyarakatan
yang muncul, seperti disintegrasi sosial, konflik antar etnis, kekerasan,
penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pola hidup konsumtif tidak dapat segera ditangani
secara tuntas. Oleh sebab itu, untuk saat ini dan masa yang akan datang perlu
dibangun dan dikembangkan sistem pendidikan nasional atas dasar kesadaran
kolektif bangsa dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah sosial yang
dihadapi bangsa Indonesia.
Mutu
pendidikan akan terwujud jika proses pembelajaran disekolah benar-benar mendorongsiswa untuk terus belajar dan mengembangkan pengetahuan apapun yang mereka kuasai
adalah hasil belajar yang mereka lakukan sendiri. Peningkatan mutu pendidikan
ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses
pendidikan.“Atas dasar cinta kasih, apa yang dilakukan seorang guru, yaitu
mengusahakan kebahagiaan bagi murid-muridnya. Itulah yang guru lakukan,
terdorong oleh cinta kasih kepadamu” (M.I,6).
Pendidikan
karakter adalah suatu konsep dasar yang diterapkan ke dalam pemikiran seseorang
untuk menjadi akhlak jasmani rohani maupun budi pekerti agar lebih berarti dari
sebelumnya sehingga dapat mengurangi krisis moral yang menerpa negeri ini. Menurut
para ahli pengertian pendidikan karakter haruslah diterapkan kedalam pikiran
sejak usia dini, remaja, bahkan dewasa sehingga dapat membentuk karakter
seseorang lebih bernilai dan bermoral. Pendidikan karakter merupakan salah satu
alat yang paling penting dan harus dimiliki oleh setiap orang. Sehingga tingkat
pegertian pendidikan karakter seseorang juga merupakan salah satu alat terbesar
yang akan menjamin kualitas hidup seseorang dan keberhasilan pergaulan di dalam
masyarkat.
Menyikapi
beratnya tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia ke depan dan tajamnya
persaingan antar bangsa-bangsa di dunia, bidang pendidikan menempati posisi
yang amat strategis dan mutlak perlu mendapatkan porsi perhatian yang lebih
besar dan lebih serius daripada sebelumnya. Ini mendesakkan perlunya perubahan
undang-undang pendidikan yang mampu menjadi landasan dan pedoman bagi
penyelenggara pendidikan nasional yang bersifat komprehensif.Tujuan umum pendidikan tak berbeda dengan tujuan pembabaran agama
sebagaimana yang di amanatkan oleh Buddha kepada enam puluh orang Arahat.
Mereka mengemban misi atas dasar kasih sayang, demi kebaikan, membawa
kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan bagi orang banyak (Vin.I, 21). Karena mendatangkan
kebaikan ini, menurut Mahamanggala-Sutta,
memiliki pengetahuan dan keterampilan merupakan salah satu berkah utama (Sn.261).
Pendidikan
agama jelas menolong untuk menghentikan segala bentuk kejahatan. “ Aku telah
berhenti. Engkau pun berhentilah, “seru Buddha kepada Angulimala (M.II, 99). Ajaran Buddha atau Dharma
dipandang sebagai pelita yang menerangi kegelapan. Buddha mengajarkan, ” Peganglah
teguh Dharma sebagai pelita, peganglah teguh Dharma sebagai pelindungmu” dan
dengan itu berarti seseorang menjadi pelita dan pelindung bagi diri sendiri,
sehingga tidak menyandarkan nasibnya kepada mahkluk lain (D.II, 100).Pendidikan dalam agama Buddha dapat dikatakan bersifat
pragmatis menyangkut pemecahan masalah untuk mencapai tujuan hidup
manusia.Filosofis pendidikan dalam agama Buddha mengacu pada Empat Kebenaran
Mulia (Cattari Ariya Saccani), yaitu mengidentifikasi duka, assal mula duka,
lenyapnya duka, dan jalan mengakhiri duka. Lewat formulasi ini Buddha
memberikan petunjuk bagaimana sebaiknya mengatasi masalah secara sistematis.
Berdasar rumusan Empat Kebenaran Mulia Kowit Vorapipatana mengembangkan konsep
Khitpen yang artinya berpikir, mengada’ (to think, to be) atau mampu berpikir
(to be able to think) untuk menggambarkan strategipengajaran yang menyangkut
berpikir secara kritis dan kecakapan memecahkan masalah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Konsep pendidikan karakter?
2. Apalandasan
filosofi pendidikan karakter?
3. Bagaimana
hubungan pendidikan karakter dengan agama Buddha?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah
sebagai tugas mata kuliah “Sutta Tematik” yang diampu oleh dosen Kabri Nyana
Karuno S.Ag., M.Pd.,M.Pd.B. dan tujuan lainnya dari penulisan makalah ini
adalah:
1.
Menjelaskan konsep Pendidikan karakter.
2.
Menjelaskan landasan filosofi pendidikan
karakter?
3.
Menjelaskan hubungan pendidikan karakter
dengan agama Buddha.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan
karakter adalah sebuah usaha yang bertujuan untuk merubah, memperbaiki, dan
mengatur perilaku manusia kearah yang lebih baik dalam koridor kebenaran
mutlak. Pendidikan karakter memang menjadi sebuah acuan yang sangat baik
apabila konsep yang ditanamkan dalam pendidikan itu benar. Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk
mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut
antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan
anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan
menyontek,penyalahgunaan
obat-obatan, pornografi, dan perusakan
milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat
diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.
Menurut Lickona,
karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing),
sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat
dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan,
keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
1.
Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu
, Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri,
Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai
prestasi, Bersahabat/komunikatif,Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan,
Peduli social, Tanggung jawab.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka
mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu
warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all
dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh
dimensi kehidupan sekolah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal).
Pada kenyataannya moral adalah faktor
utama yang mendukung pendidikan karakter seseorang tetapi masih ada beberapa
faktor yang menyebabkan siswa tidak dapat menyerap pendidikan karakter yang
diberikan. Sebagian besar dikarenakan terbentur dari sisi latar belakang
ekonomi dan sosial, kemampuan seorang siswa sebenarnya ada akan tetapi karena
terbentur oleh faktor di atas maka terbentur pula kemampuan seorang siswa untuk
dapat menyerap apa yang telah diberikan kepadanya. Umumnya siswa dari keluarga
yang memiliki tingkat ekonomi lebih baik akan lebih mudah untuk memilih jenis
pendidikan yang diingikannya walaupun kemampuan seseorang berbeda-beda. Tingkat
ekonmi juga menyumbang banyak pengaruh kepada tingkat penyerapan seorang siswa,
siswa dengan tingkat ekonomi tinggi memiliki kesempatan berpendidikan dan
berkarakter lebih baik dibanding dengan siswa yang kurang mampu walaupun hal
ini tidak menjadi sebuah patokan. Hal ini pula yang meyakinkan kepada program
pemerintah bahwa setiap tingkatan ekonomi masyarakat haruslah dapat memperoleh
pendidikan semaksimal termasuk
pendidikan karakter.
Demikian juga dengan faktor dari dalam,
yaitu faktor orang tua. Sebagai orang tua haruslah menaruh kepedulian yang
sangat tinggi terhadap pendidikan karakter anak-anaknya karena faktor orang tua
juga merupakan salah satu kunci sukses dalam dunia pendidikan. Orang tua yang
memiliki tingkat ekonomi tinggi haruslah memfokuskan pendidikan untuk anaknya,
jangan memfokuskan untuk mencari harta kekayaan yang beralasan demi masa depan
anaknya diukur dengan uang. Orang tua yang memiliki tingkat ekonomi rendah,
janganlah menjadikan kambing hitam ekonomi untuk membentengi kemampuan si
anak. Orang tua tetaplah harus terlibat dalam dunia pendidikan si anak
demi mencapai kesempurnaan pendidikan. Jangan sampai orang tua justru menjadi
penghambat upaya-upaya yang dilakukan negara maupun guru.
Faktor lain yang mendukung pendidikan
karakter anak adalah guru,
guru tentunya harus tahu tujuannya sebagai guru, bukan alasan utama untuk
menjadi profesi guru untuk mencari nafkah demi keluarganya saja, tetaplah
berpedoman bahwa seorang guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, bukan pahlawan
dengan banyak tanda jasa. Guru memiliki tanggung jawab untuk membentuk hubungan
yang baik dengan para siswa dan orang tua. Guru juga harus mampu berkomunikasi
secara efektif dengan kedua orang tua dan siswa dalam rangka untuk memastikan
bahwa tidak ada kesalahpahaman atau katidaktahuan tentang pendidikan anak-anak.
Seorang guru yang baik menyadari setiap kebutuhan khusus untuk membantu
siswa menyesuaikan diri dengan kurikulum yang sesuai. Dan sudah pasti,
diperlukan kesabaran ekstra bagi seorang guru dalam berhadapan dengan para
siswa. Jadi haruslah ada keterkaitan faktor-faktor tersebut agar terjalin
kesinambungan pendidikan yang baik bahkan mencapai ke tingkat kesempurnaan.Tentunya
suatu pendidikan yang ideal tidak dapat dicapai dengan hanya belajar di
sekolah, walaupun kurikulum selalu disesuaikan dengan peradaban saat ini.
Pendidikan karakter sangatlah menjadi
perhatian berbagai negara di dunia ini untuk membentuk generasi yang
berkualitas. Kita harapkan saja bahwa generasi penerus bangsa ini juga
mengedepankan pendidikan karakter sehingga membentuk generasi yang tidak
brutal, tidak berperilaku free seks,
tidak berpesta miunuman keras bahkan tidak berperilaku
pornografi. Kita juga mengharapkan dapat berkurangnya tingkat korupsi bahkan
hilang, dengan meningkatkan pendidikan karakter tersebut.
Pengertian pendidikan karakter memiliki
makna yang amat luas, semua itu tergantung kepada setiap individu yang berperan
di dalamnya. Semoga saja pendidikan di negeri ini akan bertambah maju demi masa
depan generasi penerus bangsa ini, dan semoga juga pendidikan dapat menjangkau
semua aspek kehidupan agar bangsa ini dapat bersaing di dunia internasional dan
menjadikan manusia Indonesia menjadi lebih bermoral dan bersumber daya yang
tinggi.
B.
Landasan Filosofi
Pendidikan karakter
Masalah sentral dalam pandangan
Buddha adalah penderitaan manusia. Penderitaan bersumber pada keinginan yang
rendah (tanha). Keinginan sendiri timbul tergantung pada faktor lain yang mendahuluinya.
Dalam merumuskan rangkaian sebab musabab yang saling bergantung (paticcasamuppada),
Buddha menempatkan di urutan pertama kebodohan (avijja).”Yang lebih buruk dari
semua noda yang paling buruk. Para Bhikkhu, singkirkan noda ini dan
jadilahorang yang tak bernoda” (Dhp.243).
Setiap paradigma pendidikan tidak
bisa lepas dari akar filosofisnya. Sebab pendidikan sebagai ilmu merupakan
cabang dari filsafat dalam aplikasinya. Dalam filsafat pendidikan terdapat
beberapa aliran yang saling merekonstruksi masing-masing paradigma pendidikan
tersebut. Berangkat dari aliran-aliran filsafat tersebut kemudian membentuk
paradigma yang berbeda-beda. Paradigma yang dimaksud di sini adalah sebagai
salah satu perspektif filosofis dalam membaca persoalan mengenai pendidikan.
Dalam filsafat kontemporer terdapat jenis aliran filsafat diantaranya aliran
progresivisme, esensialisme, perenialisme, eksistensialisme, dan
rekonstruksialisme.
Aliran progresivisme memiliki ciri
utama yaitu memberi kebebasan penuh terhadap manusia untuk menentukan hidupnya.
Hal ini didasari kepercayaaan bahwa manusia memiliki kemampuan atau dengan kata
lain potensi-potensi alamiah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah hidupnya (problem solving) yang bersifat menekan atau mengancam
adanya manusia itu sendiri. Oleh karena itu, manusia harus dapat memfungsikan
jiwanya untuk membina hidup yang penuh dengan rintangan. Lingkungan dan
pengalaman menjadi hal yang penting dalam aliran ini. Masalah atau problem yang
dihadapi manusia biasanya berasal dari lingkungan dan dengan
pengalaman-pengalaman yang dialaminya pada lingkungan dimana dia berada,
manusia menjadi semakin mudah dan bijak dalam menyelesaikan problem hidup.
Serta dengan makin seringnya manusia menghadapi tuntutan lingkungan dan makin
banyak pengalaman yang didapat, maka semakin matang persiapan seseorang dalam
menghadapi tantangan atau tuntutan masa depan.
Filsafat progresivisme merupakan
aliran yang anti kemapanan sehingga bertentangan dengan esensialisme.
Maksudnya, progresivisme berpandangan berpikir ke arah ke depan (adanya
kemajuan), secara terus-menerus merekonstruksi pengetahuan-pengetahua menuju
sebuah kesempurnaan.Dalam perspektif progresivisme, pendidikan bukanlah sekadar
memberikan pengetahuan, lebih dari itu pendidikan melatih kemampuan berpikir
(aspek kognitif). Manusia memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding
makhluk lain, yaitu dianugerahi akal dan kecerdasan. Sehingga dengan akal dan
kecerdasan tersebut diharapkan manusia atau seseorang dapat mengetahui,
memahami, dan mengembangkan potensi-potensi yang telah ada pada dirinya sejak dilahirkan.
Akal membuat seseorang bersifat kreatif dan dinamis sebagai bekal dalam
menghadapi dan menyelesaikan problem yang dihadapi sekarang maupun masa depan.
Aliran inilah yang menjadi dasar
atau landasan terbentuknya pendidikan karakter. Pandangan yang mengatakan bahwa
manusia memiliki potensi-potensi dan kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah.
Progresivisme yang juga menaruh kepercayaan terhadap kebebasan manusia dalam
menentukan hidupnya, serta lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi kepribadiannnya.
Beberapa hal yang terkandung dalam aliran progresivisme ini kemudian secara
mendalam dipikirkan untuk kemudian memunculkan sebuah paradigma pendidikan yang
sedang menjadi primadona paradigma pendidikan dewasa ini, yang tidak lain
adalah pendidikan karakter.
C.
Hubungan
Pendidikan Karakter dengan agama Buddha
Pendidikan
adalah prinsip sarana bagi pertumbuhan manusia, penting unutk tranformasi
kematangan peserta didik menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Namun
demikian saat ini, keduanya perkembangan dan pengembangan dunia, dapat dilihat
pada pendidikan formal sebagai permasalahan yang serius. Pembelajaran klasikal
telah menjadi bagian yang bersifat rutin dan sering mempertimbangkan sekolah
sebagai latihan kesabaran dibanding pembelajaran.
Konsepsi
tujuan pendidikan adalah berbeda secara konsisten dengan prinsip Buddha.
Efisiensi praktis mempunyai kedudukan dalam pendidikan Buddha, Buddhism
mengemukakan jalan tengah sebagai aspirasi spiritual mulia
tergantung kesehatan fisik dan jaminan materil bagi masyarakat. Tetapi untuk
Buddhism dari sisi praktek pendidikan harus terintegrasi (terpadu),
didesain sesuai kebutuhan untuk membawa potensi alami manusia menjadi matang
sesuai dengan apa yang diharapakan oleh Buddha. Di atas semua,
kebijakan bidang pendidikan yang dipandu oleh prinsip Buddha bertujuan memasukkan
nilai-nilai sebagi informasi penting. Hal itu diarahkan, tidak hanya ke arah
mengembangkan sosial dan keterampilan komersil, tetapi ke arah pemeliharaan
spiritual peserta didik.
Dalam masyarakat sekuler saat
ini, pendidikan secara kelembagaan adalah di fokuskan untuk menyiapakan arah
karier peserta didik, di negara Buddhis seperti Sri Lanka tanggung jawab utama
untuk menyampaikan prinsip Dhamma kepada siswa secara alami berada pada sekolah
Dhamma. Pendidikan Buddhis dalam sekolah Dhamma harus terkait di atas semua,
dengan tranformasi karakter pribadi. Karakter pribadi dibentuk oleh
nilai-nilai, dan menumbuhkan semangat nilai-nilai inspirasi yang ideal, tugas
pertama untuk membentuk pendidik Buddhis adalah menentukan sistem ideal bidang
pendidikan mereka. Jika kearah ditemukan ajaran Buddha ideal, ada lima kualitas
yang Buddha sering sampaikan berhubungan karakter peserta didik, apakah bhikkhu
atau perumah tangga. Lima kualitas adalah keyakinan (saddhä), kemoralan
(síla), kedermawanan (cäga), belajar (mendengan) (suta),
dan kebijaksanaan (paññä) (A.III.80) (Bodhi, 1997).
Manusia
tidak bebas nilai, tanpa nilai-nilai moral tidak mampu menghayati hidup lebih
baik. Ilmu pengatahuan pun tidak bebas nilai, dimana ilmu pengatahuan adalah
hasil pemikiran manusia dalam situasi dan kondisi tertentu yang dibangun oleh
seperangkat nilai. Menurut pembicaraan dengan Pangeran Abhaya, Buddha menyampaikan
hanya hal-hal yang benar, berdasar, membawa manfaat atau bertujuan baik, dan
sesuai pada waktunya yang tepat. Tidak menjadi soal apakah hal itu menyenangkan
atau tidak menyenangkan (M. I, 395). Ilmu pengetahuan yang
benar sebagaimana ajaran agama, dikembangkan berdasar manfaat atau
tujuan yang baik. Kemanfaatan tentu juga dipertimbangkan untuk menyeleksi
materi pendidikan. “Sepatah kata yang bermanfaat, yang membuat seseorang menjadi
tenang setelah mendengarnya, adalah lebih baik daripada seribu kata yang tak
bermanfaat” (Dh. 100). Buddha membandingkan apa yang telah
diajarkan-Nya dengan segenggam daun sinsapa, sedang kemahatahuan seorang
Buddha itu sebanyak daun di hutan. Apa yang segenggam atau yang sedikit dapat
digenggam adalah pengetahuan yang penting karena diperlukan untuk mengarungi
kehidupan suci. Yang banyak, tidak
digenggam, karena tidak bermanfaat untuk mencapai pencerahan (S. V, 437).
Bagaimanapun, untuk
menguasai ajaran yang cuma segenggam itu, orang harus belajar banyak. “Orang
yang hanya belajar sedikit akan menjadi tua seperti sapi jantan. Dagingnya
bertambah, tetapi kebijaksanaannya tak berkembang” (Dh. 152). Dunia
berkembang dengan mempertemukan sains dan agama dalam menciptakan peradaban
yang lebih maju. Dharma yang diajarkan oleh Buddha sejalan dengan semangat
ilmiah, sekurang-kurangnya dalam hal kebebasan berpikir, pengujian atau
pendekatan empiris, dan pijakan kausalitas. Namun tidaklah tepat menyamakan
ajaran Buddha dengan sains. Kebenaran ilmiah bersifat relatif dan tidak
memasuki ruang lingkup batin atau moral. Sedangkan Dharma tak lapuk oleh
waktu, menuntun ke arah kebebasan (A. III, 285), baik lahir
ataupun batin. Karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi semata-mata adalah
cara, bukan tujuan, dan ajaran agama yang harus menjawab apa tujuannya. Agama
juga bukan tujuan itu sendiri. Agama Buddha dipandang sebagai wahana atau
kendaraan (Saddharmapundarika-sutra II) atau sebagai rakit
untuk menyeberang, menyelamatkan diri (M. I, 135).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Pendidikan karakter
adalah sebuah usaha yang bertujuan untuk merubah, memperbaiki, dan mengatur
perilaku manusia kearah yang lebih baik dalam koridor kebenaran mutlak.
Pendidikan karakter memang menjadi sebuah acuan yang sangat baik apabila konsep
yang ditanamkan dalam pendidikan itu benar.Pendidikan karakter memiliki peranan
penting dalam membentuk moral bangsa yang baik demi tercapainya masyarakat yang
harmonis dan sejahtera, tanpa adanya suatu persoalan yang memngahmbat bangsa
ini kearah yang kurang baik.
Dalam konteks
pendidikan formal Agama Buddha, pendidikan sebagai suatu hal yang
dilatih untuk menghasilkan kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan oleh peserta
didik yang sesuai dengan ajaran Agama Buddha. Dengan melaksanakan pendidikan
sudah pasti memiliki tujuan, baik dalam menjalankan hidup maupun tujuan dari
Pendidikan Agama Buddha itu sendiri. Pendidikan agama Buddha sangat menitikberatkan pada sentral
etika dan moral yang baik demi membentuk karakter mental peserta didik yang
memiliki kualitas hidup yang baik demi tercapainya kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup.
B.
SARAN
Pendidikan saat ini
memiliki peranan yang sangat penting untukmembentuk karakter moral bangsa,
untuk itu sebagai seorang peserta didik hendaknya mampu mengaplikasikan setiap ilmu pengetahuan
yang telah diperoleh dibidang pendidikan guna menjadi manusia yang memiliki
moral dan etika yang baik didalam ruang lingkupkeluarga dan masyarakat.
Penulis menyadari
dalam penulisan makalah ini memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan saran dari dosen pengampu mata kuliah Sutta Tematik: Kabri
Nyana Karuno., S.Ag., M.Pd., M.Pd.B untuk memberiakan saran dan masukan demi
tersusunnya makalah ini dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah karya ilmiah
yang sebenarnya. Semoga dengan adanya penyusunan makalah ini dapat dijadikan
sebagai acuan untuk belajar bagi mahasiswa STIAB “SMARATUNGGA” sehingga
memperoleh ilmu pengetahuan dalam konsep “pendidikan karakter berbasis agama
Buddha”
DAFTAR PUSTAKA
Rusidi,
2009, Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional, Jakarta: Naga Jawa Berdikari
Majjima Nikaya
(The Midle Leght Saying) Vol.I. Translated By Horner, I.B. 2000,
Oxford: The Pali Text Society.
Majjima Nikaya
(The Midle Leght Saying) Vol.II. Translated By Horner, I.B. 1989,
Oxford: The Pali Text Society.
Digha Nikaya
(Dialogues Of The Buddha) Vol. II. Terjemahan Muller, F. Max.
1977, London: The Pali Text Society.
Ihsan, Fuad. Dasar-dasar Kependidikan: komponen
MKDK. Jakarta: Rineka Cipta. 2005.
Wijaya-Mukti, Krisnanda. 2003. Wacana Buddha Dharma. Jakarta:Yayasan
Dharma Pembangunan bekerjasama dengan Ekayana Buddhist Centre.
0 komentar:
Posting Komentar